Collins Webinar: STEM by stealth

0
Share

Where do kiwi fruits originally come from?” Satu pertanyaan pancingan seperti ini biasanya akan membuat kami asyik. Anak saya suka sekali main tebak-tebakan. Dia senang kalau bisa menebak dengan benar. Lebih heboh lagi kalau dikasih clue yang lucu-lucu ketika agak kesulitan menebak. “How about watermelon … banana … coffee …” Demikian seterusnya, dan biasanya selalu minta lagi: “More … more …!

Seperti saya pernah singgung pada tulisan yang lain, belakangan ini anak saya lebih menyukai yang non-fiction. Menjelang waktunya tidur, kami tidak lagi membacakan buku-buku tentang Princess. Hari-hari belakangan ini dia sedang suka memilih National Geographic Kids Almanac atau The Ultimate Junior Atlas.

Satu hal yang menggembirakan kita sebagai Orangtua maupun Guru adalah ketika anak-anak kita menyenangi hal-hal yang berguna serta membantu mereka bertumbuh-kembang. Nah, bagaimana agar mata pelajaran apa pun bisa dibikin fun sehingga anak-anak akan asyik di dalamnya?

Otak Lebih Responsif Dan Reseptif

Konon, suasana hati dan suasana lingkungan (pembelajaran) memengaruhi kapasitas otak dalam menyerap dan mengolah informasi. Otak kita menjadi lebih responsif dan reseptif ketika kita sedang merasa relaks dan bergembira.

Melalui sebuah artikel yang diterbitkan dalam jurnal College Teaching (2006, Vol 54/No. 1, hal. 177-180), R. L. Garner menggaris-bawahi perlunya humor dalam proses pembelajaran. Dalam penelitiannya Garner menemukan bahwa para mahasiswa jauh lebih mudah mengingat mata-kuliah Statistik apabila dosen menyelipkan guyonan (jokes) yang relevan dengan topik yang dibicarakan.

Beberapa tahun sebelumnya, Ron Berk, seorang dosen Statistik di Johns Hopkins University (Maryland, USA) juga sudah menerapkan formula itu dalam perkuliahannya. Menurut pengarang buku  “Professors are from Mars, Students are from Snickers” (Stylus Publishing, 2003) ini, kuncinya adalah memanfaatkan humor sebagai metodologi untuk memancing kecerdasan-ganda para mahasiswa. Dengan demikian mereka dipaksa untuk berpikir dengan cara yang berbeda.

Apa yang berlaku di Perguruan Tinggi ternyata juga berlaku di Pendidikan Dasar. Semakin suasana belajar dibikin menyenangkan, semakin anak asyik terlibat. Begitu ada engagement suka-rela, proses pembelajaran menjadi lebih terbantu.

Collins Webinar: Cari Curi Cara

Collins (UK), salah satu penerbit terbesar dan berpengaruh di Inggris Raya, mengamini pentingnya pembelajaran yang membuat anak-anak senang dan asyik terlibat. Education Team mereka menantang diri dengan pertanyaan ini: cara-cara mana sajakah yang lebih tepat-guna bagi proses pembelajaran anak-anak seturut konteks (waktu & tempat) mereka?  

Pada webinar kali ini Lisa Rajan mengajak kita mengeksplorasi pelbagai kemungkinan yang ada. Lisa adalah pengarang serial bestseller “Tara and Dani Binns“. Dia mengajak kita untuk mencari dan mencuri-curi cara yang kreatif dan efisien demi para Murid. Kita ditantangnya untuk menemukan cara sedemikian rupa agar STEM (Science, Technology, Engineering dan Mathematics) menjadi pembelajaran yang mengasyikkan bagi anak-anak tanpa mereka sadar bahwa sedang belajar sesuatu yang penting dan perlu.

Lisa sendiri menawarkan story-telling sebagai salah satunya. Bagaimana story-telling bisa menjadi cara yang fun untuk memancing keingin-tahuan anak-anak, membuat mereka asyik dan mendorong mereka selalu bertanya dan bereksplorasi?

Lisa akan berbagi tips and tricks yang relevan dalam webinar yang diselenggarakan pada

Rabu, 27 Oktober 2021

Pukul 16:00 WIB

Registrasi bisa dilakukan melalui tautan di sini.

Formula Pedagogi Sederhana

Izinkan saya kembali ke permainan tebak-tebakan di atas. Anak saya menikmatinya sebagai permainan yang fun. Sementara itu, saya melihat bahwa pembelajaran juga sedang berlangsung dengan cara yang fun tersebut.

Dari pengamatan dan pengalaman kecil bersama anak saya, plus beberapa bacaan lain, saya belajar adanya semacam formula pedagogi yang sederhana. Kalau sesuatu itu fun atau menyenangkan bagi anak, dia akan tertarik. Kalau dia tertarik dan merasa asyik ketika mencobanya, maka ada engagement. Begitu engagement terbentuk, anak tidak akan merasa terpaksa untuk mengulang dan mengulangnya lagi. Anak justru akan dibikin lebih ingin tahu (curious) dan lebih berminat lagi untuk sesuatu yang lain yang lebih menantang. Dengan demikian, pengulangan (repitisi) dan disiplin (keteraturan dan ketekunan) terbantu untuk lebih bisa diwujudkan.

Memang, kadang saya menyesal. Terlebih kalau tanpa sengaja pertanyaan itu muncul menjelang jam tidur. Anak saya yang tadinya mengantuk berat akan segar kembali. Artinya, akan lebih lama lagi waktu dibutuhkan untuk membuatnya mengantuk. Hari berikutnya kami bisa bangun agak kesiangan. Tapi, bangun kesiangan ternyata koq juga fun ya. Koq jadi ingin mengulang dan mengulang lagi rasanya. Hehe!