L’art de la Simplicité

0
Share

Kesederhanaan: Obat untuk Hypebeast

“Kesederhanaan berarti memiliki seperlunya saja, membuka jalan pada hal-hal pokok, pada inti perkaranya. Kesederhanaan itu sebentuk keindahan, karena di dalamnya terkandung suka cita tersembunyi.”

Dominique Loreau, L’art de la Simplicité (h. 8)

Di zaman modern, kebutuhan adalah hal yang diciptakan. Tidak percaya? Silakan buka aplikasi Youtube dan ketik kata “hypebeast”. Dari sana, Anda akan menemukan anak-anak muda modis pemburu pakaian dan aksesoris busana. Umumnya, barang-barang yang mereka gandrungi tidaklah murah. Jika anak-anak muda modis itu punya latar belakang keluarga “sultan”, tidak jarang busana yang mereka kenakan dari ujung rambut hingga ujung kaki bernilai miliaran rupiah. Umum dipahami bahwa semakin mahal pakaian dan perlengkapan busana yang dikenakan, eksistensi diri semakin memuncak. Gokil!

Dominique Loreau menulis L’art de la Simplicité (2016) berdasarkan inspirasi yang digalinya dari kebijaksanaan Timur, khususnya dalam kebudayaan Jepang. Menurut Loreau, yang sangat tertarik dengan spiritualitas Zen, semakin dirinya mendalami kebudayaan Jepang, ia semakin memahami bahwa intisarinya adalah: kesederhanaan. Kesederhanaan sangat terkait dengan kepemilikan. Semakin kita tidak memiliki banyak barang atau hal-hal lain yang membuat kita merasa lekat, semakin kita menjadi sederhana.

Semangat zaman modern yang dipengaruhi hak milik membuat kita semakin memuja materi. Ini yang dinamakan materialisme. Singkatnya, kemakmuran material, kepemilikan barang-barang, disamakan dengan eksistensi diri. Padahal, menurut Loreau, ia menawarkan “obat” bagi permasalahan orang-orang modern: kesederhanaan. Dengan bersikap sederhana, kita akan dibebaskan dari beragam prasangka, kendala, maupun beban yang mengganggu fokus dalam menjalani hidup. Harapannya, kita semakin mampu melihat detail-detail kehidupan yang tersembunyi. Pun, kita tidak tersandera oleh barang-barang yang kita miliki. Itulah langkah pertama yang harus dibuat untuk mencapai kebebasan sejati dalam hidup.

Meditasi itu …

Kita dapat bermeditasi—dengan lain perkataan, menjaga pikiran kita aktif dan gesit—ketika sedang berjalan, duduk, berdiri, atau berbaring.

Dominique Loreau, L’art de la Simplicité (h. 181)

Di zaman yang bergemuruh sekarang ini, di mana segalanya menjadi serba cepat, orang membutuhkan jeda. Bermeditasi, menurut Dominique Loreau, sejajar dengan menciptakan “ruang kosong di sekeliling diri”. Meditasi adalah sarana yang mampu menuntun kita untuk memusatkan pikiran pada satu subjek, atau hubungan kita dengan diri sendiri. Melalui meditasi kita mengambil jarak dari godaan-godaan di dalam pikiran.

Saat orang bermeditasi, ia akan menyelam hingga masuk kepada keadaan yang lebih dalam, setara dengan dua kali saat tidur. Dalam keadaan seperti itu, tubuh justru mengonsumsi lebih banyak oksigen, detak jantung meningkat, sekaligus pikiran tetap awas terjaga. Katanya, sepuluh menit bermeditasi setara dengan enam jam tidur.

Ditilik dari akar katanya, meditasi berasal dari kata kerja bahasa Latin: meditari. Arti meditari sendiri adalah “merenung”, atau dalam ungkapan Loreau: “membiarkan diri kita dituntun menuju pusat”. Menariknya, meditari berkaitan erat dengan kata lain, medeor, yang berarti “menyembuhkan”, “mengobati”, atau “memulihkan.”

Meditasi pada akhirnya merupakan tindakan praktis. Meditasi bukan melulu soal duduk diam dan tenang. Bahkan, Loreau menulis bahwa bermain golf bisa jadi cara untuk bermeditasi dan menjaga pikiran tetap santai dan tenang. Seorang pegolf bahkan pernah menyatakan dirinya setenang rahib Buddhis di puncak gunung seusai pertandingan. Meskipun demikian, kita juga dapat bermeditasi seraya berjalan, duduk, berdiri, atau berbaring. Cukup murah, bukan?

Tabik,
Periplus

Get this book