Dalam rangka memperingati 77 tahun kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Periplus dan Ranch Market Kemang mengadakan diskusi kuliner nusantara dengan topik yang paling dicintai hampir semua warga +62 di pelosok di mana pun berdiam sembari bersantap: SAMBEL!
Siapa tidak kenal sambal? Atau, kebanyakan lebih mudah dilafalkan dengan istilah ‘sambel’. Teknik dan formula membuat sambel ini menjadi jurus jitu dalam perkembangan kuliner UMKM. Setiap mie instant yang diberi tambahan Sambal Matah atau Sambal Terasi mendadak jadi Instagramable atau ReTweetable, bahkan auto Hastag-able. Atau, setiap ayam goreng krispi yang digeprek dan dilabeli dengan sentuhan Sambal Tomat Mentah Pedas Level 10 pun langsung menjadikannya sebagai menu Chef’s Pick. Pun juga, pecel lele yang senantiasa hadir di manapun kita bergerilya sepulang kerja pun kurang sempurna tanpa kehadiran sambal bawangnya atau juga sambal pecelnya.
Pertanyaannya, apakah SAMBAL itu sendiri terasa pedas karena cabai? Atau, merica juga? Atau, ada racikan-racikan ajaib lainnya yang menjadi rahasia dapur setiap koki. Nah, saat berbicara SAMBAL pun, bakal lebih menarik saat kita menelusuri Legenda Sang Pedas dari negeri ke negeri. Pedasnya favorit oppa dan eonni Korea dengan Tteokbokki-nya tentunya berbeda dengan pedasnya cilok bumbu kacang yang melegenda di tanah Nusantara ini. Pedasnya ramen Jepang dan lamien Tionghoa pastinya berbeda dengan pedasnya mie Aceh yang menggiurkan. Ada kisah-kisah menarik apa di balik fenomena dan formula Sang Pedas ini?
Bersama Pakar Kuliner Indonesia, William W. Wongso, juga seorang penulis buku Cita Rasa Indonesia, kita bisa mendengarkan kisah narasi yang tentunya mengalir dalam balutan sejarah dan kekayaan budaya Indonesia dalam acara: