Dune: Saga Herbert Frank yang Hidup Kembali

0
Share
Dune Saga Herbert Frank yang Hidup Kembali

Konon, di antara jutaan planet di alam semesta, terdapat sebuah planet tandus yang tersusun oleh hamparan pasir. Di sana, air menjadi barang yang lebih berharga daripada uang. Itulah Planet Arrakis atau sering dikenal sebagai Dune. Inilah latar tempat yang dipilih Frank Herbet untuk mengetengahkan sebuah saga yang membawa warna baru bagi penulisan fiksi ilmiah dari novelnya yang berjudul Dune.

Di planet yang tandus ini terdapat Spice Melange—biasa disingkat dengan “spice”—yang berlimpah. Spice sendiri adalah sejenis narkotika alami yang efeknya memperluas spektrum kesadaran. Sementara itu, spice juga menjadi sumber daya yang memicu intrik politik di antara para bangsawan. Dalam semesta Dune, spice digunakan Spacing Guild—konglomerasi pelayaran dan perdagangan antarbintang dalam semesta Dune—untuk menggerakan roda ekonomi dan menjadi pandu perjalanan luar angkasa. Lebih hebat lagi, spice dapat digunakan sebagai obat untuk memperpanjang umur, bahkan memberikan kekuatan khusus kepada penggunanya.

Akan tetapi, penggunaan spice akan membuat kecanduan dan memiliki efek samping membuat mata pengguna menjadi biru tua. Di samping itu, cara mendapatkanya pun berbahaya. Para penambang harus menggunakan alat khusus. Belum lagi, mereka harus menghitung ancaman cacing pasir raksasa, yang panjangnya ratusan meter. Cacing pasir raksasa itu hidup di bawah pasir gurun, layaknya paus pembunuh dalam lautan. Selain itu, cacing pasir raksasa ini sangat peka dengan bunyi yang ritmis.

Dari tanah surga ke gurun pasir

Dalam semesta Dune, klan Atreides adalah salah satu klan besar yang memerintah dan melindungi sebuah planet di wilayah Galactic Padishah Empire. Klan Atreides dipimpin oleh Duke Leto Atreides. Konon, keluarga Atreides berasal dari keluarga bangsawan dari Yunani di Bumi. Klan Atreides sendiri mengklaim bahwa mereka adalah keturunan langsung dari Raja Agamemnon, putra Atreus, dalam mitologi Yunani. Dalam bahasa Yunani, keturunan Atreus disebut “Atreides.” Kisah fiksi ilmiah ini sendiri terjadi sekitar dua setengah millenium di masa yang akan datang. Saat itu, umat manusia mengalami konflik yang serius dengan robot dan mesin berkat kemajuan teknologi yang dahsyat. Akibatnya, umat manusia bersepakat untuk mengawali peradaban baru dengan menjelajah angkasa luar.

Selama dua belas generasi, keluarga Atreides telah menduduki planet Caladan. Di bawah pemerintahan klan Atreides, Caladan menjadi planet yang subur dan makmur dengan tingkat polusi yang rendah. Planet ini digadang-gadang telah menjadi sebuah planet impian. 

Namun, atas perintah dari Emperor Padishah Shaddam Corrino IV, Duke Leto Atreides harus memindahkan klannya ke planet Arrakis untuk mengambill alih produksi spice dari kekuasaan klan Harkonnen. Atas keputusan inilah, planet Arrakis menjadi rumah baru bagi klan Atreides yang harus diperjuangkan.

Harkonnen, penguasa Arrakis

Musuh bebuyutan klan Atreides adalah klan Harkonnen. Kedua klan ini bertikai sejak pertempuran Corrin. Klan Harkonnen kurang lebih memiliki porsi yang sama dengan klan Atreides dari segi kekuasaan, ketenaran, hingga kekuatan di Imperium Landsraad.  Klan Harkonnen dipimpin oleh seorang Baron.

Selama bertahun-tahun klan Harkonnen mengendalikan planet gurun Arrakis dengan tangan besi. Mereka menjalankan pemerintahan secara otoriter dan mengorbankan penduduk asli Arrakis demi meningkatkan produksi spice. Meskipun metode yang mereka gunakan terkesan sangat kejam dan tidak manusiawi, namun upaya klan of Harkonnen dalam meningkatkan produksi spice terbukti efektif.

Selama memegang kendali dalam produksi spice, kekayaan House Harkonnen mengalami peningkatan yang signifikan. Oleh karena itu, klan Harkonnen tidak akan menyepakati apabila kendali atas tambang spice akan dialihkan kepada pihak lain, terutama kepada musuh bebuyutan mereka. Maka, berita bahwa House of Atreides ditugaskan untuk mengambil alih produksi spice sama saja menjadi genderang perang bagi klan Harkonnen. 

Intrik politik kekuasaan

Tugas klan of Atreides untuk menguasai dan melindungi planet Arrakis adalah upaya Kaisar menyingkirkan lawannya dari panggung politik Imperium Landsraad. Semua itu merupakan strategi yang dirancang untuk menghancurkan klan Atreides. Meskipun klan Atreides telah memiliki kekuatan militer dan pengaruh kuat terhadap klan-klan yang lainnya, namun kondisi politik saat itu menciptakan peluang bagi  Kaisar Shaddam IV, untuk menyingkirkan mereka panggung politik. 

Motif ini didasari karena Kaisar tidak memiliki pewaris laki-laki untuk melanjutkan tahtanya. Di lain sisi, Duke Leto Atreides memiliki seorang putra yang dirumorkan akan menikahi putrinya. Dari sinilah Kaisar khawatir bahwa pernikahan ini akan mengalihkan tahta Kekaisaran dari klan Corrino ke klan Atreides.

Kaisar menyadari dampak buruk jika secara terang-terangan menyerang klan Atreides. Hal ini akan memicu pemberontakan di planet-planet lain. Untuk menyiasati ini, dia menyusun rencana untuk membuat Atreides merasa diuntungkan dengan memberikan kepada mereka wilayah paling berharga dan menguntungkan di Imperium, yaitu Arrakis.

Secara diam-diam, Kaisar dan Harkonnen bersekongkol untuk menggunakan pasukan Imperial Sardaukar untuk mendukung pasukan Harkonnen menyerang Atreides. Dengan berbagai macam upaya, mereka berencana untuk menyingkirkan garis keturunan Atreides dan merebut kembali kendali atas Arrakis. Sedari awal, Kaisar membuat rencana ini agar upayanya menyingkirkan klan Atreides terlihat seperti pertarungan kekuasaan antara anggota klan-klan lain dalam Imperium.

Saga fiksi ilmiah yang “hidup” kembali

Frank Herbert menerbitkan novel fiksi ilmiah Dune untuk pertama kali pada 1965. Dune sendiri pada gilirannya meluas menjadi enam karya fiksi ilmiah yang selesai pada buku keenam dan terbit pada 1985. Hingga 2024, Dune telah diadaptasi menjadi lima buah film, tiga film layar lebar dan dua miniseri. Kabarnya pada tahun ini pula akan hadir miniseri Dune: The Sisterhood yang mengambil latar waktu 10 ribu tahun sebelum kejadian dalam Dune.

Dune adalah saga yang seolah kembali “hidup” berkat kehadiran adaptasi film layar lebarnya pada 2021 lalu. Sutradara jenius, Denis Villeneuve kembali menghadirkan bagian kedua Dune pada tahun ini. Pendekatan yang Villeneuve yang realis rasanya cocok untuk para penggemar film fiksi ilmiah saat ini. Sebelum menggarap dwilogi Dune, Villeneuve terlebih dahulu menggarap dua film fiksi ilmiah dengan pendekatan yang realistis dalam Arrival (2016) dan Blade Runner 2049 (2017).

Kisah Paul Atreides dan semesta Dune memang bukan fiksi ilmiah kacangan. Semua ini berawal pada 1957 saat Frank datang ke Florence, Oregon, Amerika Serikat, untuk menulis artikel tentang ekosistem gurun. Frank terpesona oleh gundukan bukit-bukit pasir yang dilihatnya. Ia mencoba tinggal, berjalan-jalan, dan bahkan menyewa pesawat ketil untuk terbang di atas gurun itu. Lalu, sebersit pertanyaan pun muncul di benaknya: Bagaimana seandainya seluruh planet yang kita tinggali adalah gurun pasir?

Pertanyaan itu menebal di benaknya. Belum lagi, saat mempelajari gurun pasir, ia juga mempelajari tradisi-tradisi kebudayaan gurun pasir. Ia kemudian menemukan bahwa religi-religi yang ada di Bumi lahir dan berkembang dalam atmosfer kebudayaan gurun pasir. Ia lalu menyatukan kedua gagasan itu, dan lahirlah Dune. Bahkan, artikel tentang gurun pasir yang menyebabkan ia datang ke Florence konon tidak pernah diterbitkan.

Barangkali, generasi kita patut banyak bersyukur. Sebab, ada begitu banyak karya fiksi ilmiah yang dalam dua puluh tahun terakhir berhasil diangkat ke layar lebar dan layar kaca dengan pendekatan yang serealistis mungkin. Dune karya Frank Herbert dari pertengahan abad yang lalu pun “hidup” kembali dengan megah tanpa mengurangi kedalaman reflektifnya.

Jika Bibliobesties ingin membaca ulasan perimin tentang buku atau film, kalian bisa membacanya di sini!