Buku NonFiksi Ini Paling Diburu Gen-Z

0
Share

Mau tau buku nonfiksi apa saja yang paling diburu oleh para Gen-Z? Yuk, simak ulasan ini lebih lanjut.

Gen-Z dikenal sebagai generasi yang haus akan informasi dan selalu mencari cara untuk memahami dunia di sekitar kita. Dengan kemudahan akses teknologi, mereka tumbuh menjadi generasi yang kritis, penuh rasa ingin tahu, dan tak ragu untuk mencari jawaban atas ketidakjelasan dalam hidup. Melihat hal ini, buku-buku kini menjadi sumber penting bagi para Gen-Z melihat suatu permasalahan.

Melalui tulisan inil, Perimin hendak membahas beberapa buku nonfiksi yang tengah naik daun di kalangan Gen-Z. Buku-buku yang memberikan wawasan mendalam sekaligus relevan dengan kehidupan mereka yang dinamis dan penuh tantangan. Tentunya, daftar ini perimin peroleh dari data penjualan yang ada di Periplus.com dan menimbang keramaian di sosial media.

Berikut daftar buku nonfiksi yang sedang diburu Gen-Z. Yuk, Simak!

1. Everything I Know About Love

Buku ini bisa dibilang memoir kisah pengalaman nyata yang dirasakan oleh Dolly Alderton dan besties-nya saat berusia sekitar 20 tahunan. Di dalamnya, ada kisah-kisah kecil tentang gaya hidup setiap malam (baca: night hang outs), tanggal tua yang kecepetan, kencan pertama yang gagal, sampai soal mimpi-mimpi yang begitu dipegang kuat seolah menjadi ekspektasi. Buku ini meledak di pasaran dengan satu alasan fundamental: related tanpa berupaya sok menggurui dengan kebijaksaan.

2. To Die For

To Die For adalah buku yang mengungkap sisi gelap industri mode. Melalui buku ini, Lucy Siegle menyoroti dampak buruk pakaian murah dan merek besar terhadap manusia dan lingkungan. . Siegle menekankan betapa pentingnya perubahan, baik dari industri maupun kita sebagai konsumen, agar mode yang berkelanjutan bisa menjadi kenyataan. Dia percaya bahwa kita tetap bisa tampil stylish dan etis dengan lebih sadar terhadap asal-usul dan cara produksi pakaian yang kita kenakan. Dalam buku ini, Siegle mengajak kita untuk berpikir ulang tentang pilihan fashion kita di tengah krisis global, serta mendukung era baru desain yang lebih beretika dan bermoral.

3. Conversations on Love

Buku nonfiksi ini memang terselip di antara sekian banyak buku fiksi untuk menghangatkan Hari Kasih Sayang. Natasha Lunn yang seorang jurnalis “merangkum” persoalan cinta-cintaan melalui percakapan-percakapan dengan para ahli dan sejawat penulis lainnya. Buku ini menawarkan kedalaman dimensi cinta—kerapuhan, jatuh cinta perlahan, menerima perubahan, hingga makna kesepian—dan bukan sekadar “gula-gula” percintaan.

4. All about Love: New Visions

Bell Hooks dalam All about Love menulis tentang cinta dalam cakupan yang luas. Ia mengajukan pertanyaan dasar yang sedikit berbau gugatan: Apa yang membuat masyarakat seolah terpisah menjadi dua kutub? Lalu, bagaimana caranya merekatkan ulang perpecahan yang terjadi dalam masyarakat? Bagi Hooks, cinta lebih sering didefinisikan sebagai kata benda. Padahal, jika kita mendefinisikan cinta sebagai kata kerja, segala hal akan jadi lebih baik. All about Love adalah tawaran proaktif bagi masyarakat modern dewasa ini yang mengalami kekeringan soal cinta.

5. Why We Sleep

Melalui buku ini, Matthew Walker menjelaskan pentingnya tidur, yang sering diabaikan dan kurang dipahami. Walker seorang ahli saraf dan pakar tidur, menjelaskan bagaimana tidur mempengaruhi setiap aspek kesehatan fisik dan mental kita, mulai dari kemampuan belajar, mengatur emosi, hingga mencegah penyakit serius seperti kanker dan Alzheimer. Dengan memanfaatkan penelitian ilmiah terkini, Walker menunjukkan cara memanfaatkan tidur untuk meningkatkan kualitas hidup kita, serta memberikan langkah-langkah praktis untuk mendapatkan tidur yang lebih baik setiap malam. Buku ini penting bagi siapa saja yang ingin memahami dan memanfaatkan kekuatan tidur untuk kesejahteraan hidup.

6. What If?

Dalam buku ini, Randall Munroe menggabungkan humor dan sains untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan aneh dan menantang dari penggemar xkcd, webcomic terkenal yang ia ciptakan. Dengan menggunakan simulasi komputer, penelitian militer, dan konsultasi ahli, Munroe menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti “Apa yang terjadi jika kamu memukul bola bisbol dengan kecepatan cahaya?” dan “Berapa lama umat manusia bisa bertahan dalam kiamat?” Buku ini tidak hanya memberikan jawaban yang cerdas dan lucu, tetapi juga memuat pertanyaan baru dari jawaban yang pernah muncul di situs xkcd.

7. The Anxious Generation

Mengapa sejak 2010 tingkat depresi, kecemasan, kecenderungan melukai diri sendiri, bahkan bunuh diri meningkat tajam? Jonathan Haidt menjabarkan fakta tentang epidemi penyakit mental remaja yang melanda banyak negara pada saat yang sama. Dia kemudian menyelidiki sifat masa kecil, termasuk mengapa anak-anak perlu bermain dan menjelajahi secara mandiri untuk berkembang menjadi dewasa yang kompeten dan sejahtera. Haidt menunjukkan bagaimana “masa kecil berbasis bermain” mulai menurun pada tahun 1980-an, dan bagaimana akhirnya hilang dengan kedatangan “masa kecil berbasis ponsel” pada awal 2010-an. Selain itu, juga dijelaskan mengapa media sosial cenderung berdampak buruk bagi  perempuan dibandigkan laki-laki dan mengapa laki-laki telah menarik diri dari dunia nyata ke dunia maya.

8. The Subtle Art of Not Giving A F*Ck

Mark Manson menanggapi secara kritis keyakinan bahwa orang harus selalu bersikap positif dalam menjalani hidup. Baginya, kekacauan, kesialan, dan hal yang tidak mengenakkan dalam hidup memang terjadi dan tetap harus dijalani. Lewat The Subtle Art of Not Giving A F*Ck, Mark coba memberi “tamparan” wajar untuk menjalani hidup dengan layak namun membumi melalui cerita-cerita yang menggelikan, tanpa tedeng aling-aling, dan sedikit keji.

***

Demikianlah Rekomendasyik buku nonfiksi paling diburu oleh Gen Z. Kiranya buku-buku di atas dapat membantu Bibliobesties dalam menyeleksi bahan bacaan. Sebab memilih buku itu kadang sama seperti milih outfit buat kondangan, susah-susah gampang!”

Jika Bibliobesties hendak membaca Rekomendasyik lainnya, temukan di sini!