Dear pencari kebahagiaan, buku terbaru Biksu Haemin Sunim, When Things Don’t Go Your Way adalah sebuah pengalaman personal. Beliau mengistilahkan dengan frasa “perjalanan pribadi” (personal journey), terlebih ketika menjalani masa-masa berat dalam hidup. Buku ini juga bisa dikatakan sebuah refleksi yang membawanya pada level apresiasi yang semakin tinggi pada kehidupannya, baik sebagai Biksu Buddhisme Zen dan manusia seutuhnya. Biksu Haemin Sunim, meskipun telah larut dalam hidup rohani, tetaplah seorang manusia yang mampu merasakan kekecewaan, kemarahan, kecemburuan dan perasaan manusiawi apa pun.
ISBN-13: 9780143135890
Struktur bukunya juga tidak rumit. Beliau menekankan proses menemukan kebahagiaan, tak hanya menemukan, tapi juga merasakan dengan penuh, dan merawatnya. Beliau mengawali permenungannya semenjak puasa medsos sebagai imbas dari disalahpahaminya salah satu acara yang menyertakan beliau sebagai bintang tamu pada sebuah televisi Korea. Nah, pada pekan spesial ini, Perimin akan berbagi tips merawat kebahagiaan langsung dari Haemin, langsung dari teks di dalamnya. Tips ini akan Perimin bagi menjadi tiga bagian. Yuk, ikuti perjalanan menepi Biksu Sunim bersama Perimin.
Berdamai dengan pengalaman “aduh”
Buku terbarunya bisa dikatakan sebagai sebuah refleksi yang membawanya pada level apresiasi yang semakin tinggi pada kehidupannya, baik sebagai Biksu Buddhisme Zen dan manusia seutuhnya. Biksu Haemin Sunim, meskipun telah larut dalam hidup rohani, tetaplah seorang manusia yang mampu merasakan kekecewaan, kemarahan, kecemburuan dan perasaan manusiawi apa pun. Struktur buku ini juga tidak rumit. Enam bab yang tersaji dalam buku ini disusun dari tiga esai yang memang bertumpu pada pengalaman personal, lalu dijahit bersama stanza yang menggambarkan pengalaman “a-ha” dan pengalaman “aduh”.
Pengalaman di-cancel
Hal ini berawal pada musim dingin 2020, saat Biksu Sunim menyetujui wawancara dengan sebuah televisi Korea. Seusai wawancara, Biksu Haemin Sunim malahan mendapat kecaman di sana-sini. Di akun media sosialnya, ia dihujat karena dipandang tidak menjalankan kehidupan seorang biksu yang berjarak dengan urusan kepemilikan. Sayang sekali, seorang biksu yang lebih senior pun menulis komentar yang menyebutnya sebagai seorang “parasit” dan “sang penghibur” tanpa secuil pun pengetahuan tentang Buddhisme “sejati”. Huft!
Gosip: Digosok Makin Sip!
Biksu Sunim benar-benar merasa kewalahan menanggapi berbagai tuduhan yang diarahkan kepadanya. Bakan, rumor itu bergulir lebih jauh, dan membuat kisah bahwa rumah yang dimilikinya adalah sebuah rumah mewah. Rumor lainnya mengatakan bahwa Biksu Haemin Sunim memiliki sebuah mobil Ferrari. Hal ini sungguh meremukkan hatinya, sebab Biksu Sunim bahkan tidak memiliki SIM terbitan kepolisian Korea!
Merangkul Ketidakbahagiaan
Menghadapi kesusahan itu, Biksu Haemin Sunim membiarkan dirinya merasa sedang tidak baik-baik saja. Dengan mengakui dan merangkul ketidakbahagiaan, Biksu Haemin Sunim masuk pada taraf penerimaan. Menerima pengalaman sebagaimana adanya, seburuk, segelap, dan sepahit apa pun adalah praktik untuk menyerap pelajaran dari apa yang terjadi. Ini yang dipilihnya!
Setelahnya, yang dilakukan Biksu Sunim adalah sejenak menarik diri dari lingkungan sekitar. Pada titik ini, sangat penting untuk megidentifikasi rasa–perasaan yang menyelimuti. Pada akhirnya, Biksu Sunim berhasil mengidentifikasi akar dari rasa-perasaan yang menyelimutinya pada masa-masa berat itu: rasa takut.
***
Dari kisah Biksu Haemin Sunim, kita belajar bahwa ketidakbahagiaan adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Alih-alih menghindarinya, kita diajak untuk menerimanya, memahami akarnya, dan mencari cara untuk tumbuh dari pengalaman tersebut. Melalui bukunya When Things Don’t Go Your Way, Biksu Sunim mengajak kita semua untuk memulai perjalanan menemukan kedamaian batin, terlepas dari segala tantangan yang kita hadapi.
Jika Bibbliobesties hendak membaca Merawat Kebahagiaan a la Haemin Sunim Bagian 2, temukan di sini!