Percakapan antara Dalai Lama dan Uskup Agung Desmond Tutu dalam The Book of Joy (2016) berujung pada prinsip-prinsip yang disebut delapan pilar sukacita. Kedelapan pilar tersebut bisa dibagi menjadi dua bagian besar. Bagian pertama terkait dengan pikiran (mind), yakni perspektif (perspective), kerendahan hati (humility), humor (humor), dan penerimaan (acceptance). Di lain sisi, empat bagian lain terkait dengan hati (heart), yakni pengampunan (forgiveness), rasa syukur (gratitude), bela rasa (compassion), dan kemurahan hati (generosity).
Setiap aspek dari “delapan pilar sukacita” tersebut akan diulas dalam tulisan ini.
1. Perspektif
Kita perlu sejenak mengambil jarak dan melihat diri bersama masalah yang sedang dihadapi. Mengambil jarak dari persoalan ini sangat penting bagi proses untuk mencapai sukacita. Bayangkan saja kita sedang menonton film tentang kehidupan kita sendiri. Setelahnya, bayangkan persoalan yang saat ini kita alami dilihat dari waktu setahun atau sepuluh tahun yang akan datang. Persoalan itu seolah-olah akan terlihat menciut saat kita lihat dari perspektif kehidupan yang lebih luas. Apapun persoalan yang kita hadapi, percayalah, pasti akan berlalu.
2. Kerendahan hati
Kita perlu sadar bahwa kita hanyalah satu di antara tujuh milyar penduduk bumi. Persoalan yang kita alami dalam kehidupan juga bagian dari seluruh penderitaan yang dialami seluruh orang di dunia. Dari sudut pandang ini, sebenarnya kita saling terhubung dengan sesama umat manusia. Sering kali, keterkaitan kita dengan sesama inilah yang membuat kita dapat menyelesaikan persoalan hidup. Maka, tak ada salahnya mengembangkan cinta dan apresiasi pada mereka yang sudah mendukung kehidupan kita.
3. Humor
Humor bukan perkara sepele. Cobalah tersenyum saat menghadapi suatu masalah. Apakah kita mampu tertawa atau sekadar merasa geli atas kekurangan atau kelemahan kita? Tidak mudah, tapi perlu. Humor bisa jadi kita temukan dalam situasi genting yang sangat serius. Namun, sadarkah kita bahwa drama kehidupan umat manusia berbentuk komedi. Tawa, dengan demikian, adalah secuil rahmat yang menyelamatkan. Kemampuan kita menertawakan diri sendiri adalah bentuk penerimaan diri, bahwa kita ini rapuh dan tak pernah sempurna.
4. Penerimaan
Menerima diri, rasanya, adalah syarat utama mencapai sukacita. Pertama-tama, kita perlu menerima bahwa diri kita itu terbatas dan selalu perlu berjuang dalam meraih apa pun. Selain itu, kita perlu menyadari bahwa kenyataan penderitaan akan selalu menimpa kita dan orang-orang yang kita sayangi. Kita perlu menerima pula kenyataan bahwa ada banyak hal yang terjadi dalam kehidupan kita tidak bisa diubah. Justru, hal terbaik yang bisa kita anggap kontribusi adalah menerima kenyataan sebaik-baiknya.
5.Pengampunan
Kita ini hanya manusia biasa yang punya kelemahan di sana-sini. Kadang kala, kita hanya perlu menyadari bahwa kita turut berperan dalam suatu masalah. Sadarilah pula bahwa kita akan menyakiti dan disakiti oleh orang lain. Kita hanyalah manusia biasa, dan sebagai bukti bahwa sisi manusiaan kita bertumbuh, memafkan keterbatasan diri sendiri dan orang lain adalah hal terindah.
6. Rasa syukur
Ada banyak rahmat dalam hidup yang bisa jadi terlewat atau tidak kita hiraukan. Coba kita pikirkan tiga orang atau tiga hal yang kita lupa syukuri dalam kehidupan kita. Setidak-tidaknya, kita bisa mengajukan dua pertanyaan yang mungkin akan membuat kita lebih bersyukur. Pertama, apakah persoalan dalam hidup pada akhirnya membuat kita menjadi pribadi yang lebih kuat? Kedua, adakah orang-orang yang mendukung kita menghadapi segala kesulitan hidup? Jika dalam lubuk hati jawaban “ya” yang kita berikan, inilah saat terbaik untuk bersyukur.
7. Belas kasih
Kita pantas memberi apresiasi pada diri kita sendiri yang telah berjuang dalam persoalan-persoalan berat. Melalui persoalan dalam kehidupan, kita berproses dan belajar untuk menjadi lebih tangguh. Kita tidak diciptakan sebagai manusia sempurna. Kita tidak bisa menghindar dari penderitaan. Setelah berbelas kasih pada diri sendiri, selanjutnya kita perlu membagikan belas kasih pada orang-orang terdekat kita.
8. Kemurahan hati
Kemurahan hati layak diperlakukan seperti cahaya yang memancarkan kebaikan bagi orang di sekitar kita. Hanya berfokus pada persoalan dan penderitaan yang kita alami tidak akan membuat kita memancarkan kemurahan hati. Sukacita harus dibagikan kepada orang lain, saat itulah kita bermurah hati dan mengalami sukacita yang sebenarnya.
Demikian ulasan tentang “delapan pilar sukacita” dalam The Book of Joy. Baca ulasan bukunya di sini.