Jaga Api Demokrasi: Rekomendasyik Buku Tentang Demokrasi

0
Share
Jaga-Api-Demokrasi-Rekomendasi-Buku-Tentang-Demokrasi

Demokrasi, dalam pengertiannya yang modern, diyakini sebagai sistem pemerintahan yang didasarkan pada kedaulatan rakyat. Kita sudah barang tentu akrab dengan ungkapan, “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.” Pokoknya, rakyat. Titik.

Tentu saja, demokrasi modern tidak muncul dari kekosongan. Ada sejarah panjang yang memicunya: monarki absolut, yang “puncak”-nya mewujud pada pernyataan Raja Prancis, Louis XIV, “negara adalah aku” (l’etat c’est moi). Ini semua terjadi saat Lois XIV memerintah Prancis, dari 1643—1715. Ia dan para penerusnya jatuh pada kesewenang-wenangan. Rakyat marah dan lahirlah pergolakan dalam masyarakat Prancis yang terjadi pada 1789—1799, sehingga membuat Prancis dibakar oleh semangat baru: liberté, égalité, fraternité (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan). Peristiwa inilah yang kemudian meluas ke negara-negara Eropa lain dan menandai babak baru demokrasi modern.

Sebagai sebuah sistem pemerintahan, demokrasi memang tidak sempurna. Tapi, adakah segala sistem di bawah kolong langit ini memang tidak sempurna? Namun, setidaknya demokrasi modern masih menyisakan keutamaan. Ada pengakuan kesetaraan. Lalu, hukum dijunjung sebagai koridor yang ditetapkan untuk bisa berjalan bersama dengan baik. Namun demikian, demokrasi yang tidak sempurna tersebut harus dirawat dari tantangan-tantangan yang akan menghancurkannya.

Nah, demi membantu Bibliobesties semakin memahami demokrasi dan para penantangnya, Perimin mencoba memilah dan memilih tujuh buku untuk merawat demokrasi. Di dalam daftar pendek ini, Perimin berharap para Bibliobesties semua dapat mengambil manfaat. Semoga, rekomendasi ini membawa pencerahan dan pengertian yang mendalam tentang demokrasi.

Power and Progress: Our Thousand-Year Struggle Over Technology and Prosperity

Kemajuan dan kuasa, dua kata yang memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Melalui Power and Progress, Daron Acemoglu dan Simon Johnson mencoba menyelisik apa yang terjadi satu milenia terakhir untuk melihat betapa kemajuan umat manusia sangat tergantung oleh pilihan teknologi apa yang hendak kita kembangkan. Saling ketergantungan ini, misalnya, terlihat dari dua aspek. Pertama, cara mengatur produksi dan komunikasi massa bisa menjadi “pelayan” bagi kebutuhan kaum elite. Kedua, pengaturan produksi juga bisa digunakan sebagai fondasi untuk perluasan kemakmuran. Sebut saja apa yang terjadi pada Abad Pertengahan, para bangsawan mengambil alih kekayaan yang dihasilkan dari produksi di bidang agraria dan menggunakannya untuk membangun katedral yang megah. Sementara itu, para petani tetap hidup di bawah garis kemiskinan. Di era internet sekarang, kejadian ini beralih rupa dalam bentuk kungkungan atutomatisasi, pengumpulan data secara masif, hingga pengawasan tak kentara. Menurut Acemoglu dan Johnson, gejala ini turut menjadi ancaman bagi bangunan demokrasi.

Twilight of Democracy: The Seductive Lure of Authoritarianism

Satu penantang terkuat demokrasi adalah otoritarianisme. Anne Applebaum, sejarawan yang terkenal berkat ulasannya yang mendalam tentang sejarah komunisme di Eropa Tengah dan Timur, mengeksplorasi salah satu tantangan terkuat dari demokrasi ini dalam Twillight of Democracy. Sebagai kasus studinya, Applebaum melihat bahwa di Amerika Serikat, Inggris, dan Polandia demokrasi sedang berhadapan dengan kepungan populisme sayap kanan dan otoritarianisme. Para pemimpin yang lalim, menurut Applebaum, tidak bisa memerintah sendirian. Mereka membutuhkan sekutu politik, birokrat, dan tokoh-tokoh media untuk membuka jalan dukungan. Selain itu, Applebaum menimbang peran penting partai-partai nasionalis sayap kanan yang bermunculan di negara-negara yang menganut demokrasi modern. Partai-partai ini menawarkan jalan baru di tengah kemandekan demokrasi.

Democracy in Indonesia: From Stagnation to Regression?

Indonesia, semenjak tumbangnya rezim Orde Baru, mendapatkan pujian dari segi transisi demokrasi di tengah gejala kemunduran demokrasi dewasa ini. Namun demikian, kita perlu menimbang ulang kehidupan demokrasi setelah berakhirnya era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Demokrasi dinilai mengalami kemandekan. Sementara itu, penerus tampuk kepemimpinan, Presiden Joko Widodo (Jokowi), dinilai tidak mampu menjaga demokrasi. Para ahli dalam buku ini menilai bahwa kepemimpinan Jokowi pada periode pertama, dari 2014—2019 justru ditandai dengan kemunduran demokrasi. Polarisasi yang begitu tajam di dalam masyarakat rupanya menjadi tanda yang paling kentara. Buku yang merupakan bunga rampai tulisan hasil studi para ahli mengemukakan satu pertanyaan mendasar, mengapa Indonesia yang bisa dikatakan satu kekecualian justru terseret pola arus kemunduran demokrasi global.

Why We’re Polarized

Polarisasi. Satu kata inilah yang menurut Ezra Klein, seorang jurnalis, menjadi penanda masyarakat Amerika Serikat (AS). Buku ini hendak menunjukkan betapa sistem politik di AS sebenarnya tidaklah rusak. Jauh lebih buruk dari itu, apa yang terjadi pada sistem politik AS adalah sepenuhnya sudah didesain sedemikian rupa. AS telah terpolarisasi, oleh identitas. Klein menunjukkan betapa politik identitas telah merasuki seluruh nadi bangunan masyarakat. Lima puluh tahun belakangan identitas partisan telah menyatu dengan identitas ras, agama, geografis, ideologi, hingga budaya. Melalui buku ini, Klein hendak menelusuri umpan balik yang muncul akibat identitas dan institusi politik yang tersekularisasi yang mendorong sistem politik AS menuju krisis.

Democracy in America: Abridged Edition

Pada 1831, Alexis de Tocqueville bersama dengan Gustave de Beaumont dikirim oleh pemerintah Prancis untuk mempelajari sistem penjara di Amerika. Dalam perjalanan tersebut, mau tidak mau de Tocqueville turut mencermati kondisi sosial politik masyarakat Amerika. Ia melihat bagaimana selama tujuh abad, masyarakat menjadi lebih setara. Perkembangan kesetaraan yang dilihat dan dirasakan de Tocqueville nampak dalam perizinan bahwa semua lelaki memiliki peluang yang sama menjadi pendeta, pertumbuhan perdagangan yang membuat peluang setiap pengusaha meraih kesuksesan menjadi sangat terbuka, jual-beli gelar kebangsawanan sebagai usaha penggalangan dana bagi monarki, dan penghapusan hak istimewa anak sulung. Dalam pandangan de Tocqueville, aristokrasi lambat laun memudar berkat semangat kebersamaan yang diupayakan masyarakat Amerika. Edisi ringkas ini memuat pengantar baru dan catatan editorial yang akan membuat pembaca memahami dengan lebih baik kilasan sejarah demokrasi yang terjadi di Amerika pada pertengahan abad ke-19.

Indonesia: Democracy and the Promise of Good Governance

Reformasi yang terjadi pada 1998 menandai era baru bagi kehidupan demokrasi di Indonesia. Setelah mundurnya Presiden Soeharto pada Mei 1998, Indonesia harus memberi badan pada roh demokrasi yang datang menjelang. Transisi kepada sistem politik yang lebih demokratis menjadi semacam ajang pertaruhan bagi Indonesia. Buku ini sendiri ditulis pada 2007, satu dekade setelah Reformasi bergulir di Indonesia. Idenya sederhana, meskipun tidak sesederhana itu pula, yakni merefleksikan sejauh mana telah terbangun “pemerintahan yang baik” (good governance) di negeri Zamrud Katulistiwa ini. Dari segi waktu penerbitan, buku ini memang agak berjarak dengan kita saat ini. Namun, sebagai bahan kajian dan sarana merefleksikan kehidupan demokrasi, buku ini tentu saja akan tetap relevan.

Political Order and Political Decay: From the Industrial Revolution to the Globalization of Democracy

Buku ini adalah volume kedua dari Origins of Political Order, karya Francis Fukuyama. Dalam volume pertama, Fukuyama melihat tiga komponen dasar dalam institusi yang membentuk tatanan politik, yakni negara, supremasi hukum, dan mekanisme akuntabilitas. Negara, dalam pengertian modern yang lebih maju, membedakan antara urusan pribadi penguasa dan kepentingan umum seluruh warga negara. Sementara itu, hukum adalah seperangkat aturan perilaku yang mengikat, bahkan bagi aktor politik yang paling berkuasa, seperti raja, presiden, atau perdana menteri. Akuntabilitas, sebagai tiang ketiga, berarti bahwa pemerintah bersifat responsive atas kepentingan seluruh masyarakat, atau dalam kosakata Aristoteles: kebaikan bersama (bonum communae). Political Order and Political Decay adalah kajian terhadap dampak pembusukan tata kelola pemerintahan dan bagaimana cara beberapa masyarakat berhasil melawan pembusukan tersebut.

***

Nah, demikianlah rekomendasi tujuh rekomendasi tujuh buku untuk merawat demokrasi dari Perimin. Semoga bisa membantu BiblioBestie menjadi penuh sebagai manusia. Salam!