Dalam buku karya Jeanne S. Chall, yang berjudul Stages of Reading Development (1983) dan diterbitkan oleh McGraw-Hill, disebutkan bahwa ada 6 tahap kemampuan membaca. Pemahaman terhadap 6 tahap kemampuan membaca ini diharapkan menjadi pemahaman dasar bagi orang tua yang sungguh ingin menanamkan kebiasaan membaca sekaligus kecintaan akan dunia buku pada si buah hati.
Beragam kisah terdengar saat harapan mulia orang tua soal minat baca ini rupanya tidak berlangsung mulus pada praktiknya. Ada anak yang akhirnya lebih suka menonton daripada mengeja alfabet. Ada yang akhirnya kebingungan harus menyimpan koleksi buku yang mulai menumpuk. Ada yang malah merasa gagal karena sang buah hati lebih suka berlari-lari ketimbang duduk manis. Bahkan, ada yang menyalahkan pihak sekolah karena dirasa tidak menyediakan kurikulum yang benar dalam hal literasi. Problematika semacam itu memang muncul hampir di setiap pengalaman menjadi #orangtuapenggerak untuk mendukung kemampuan, minat, dan kecintaan pada kegiatan membaca.
Tahap 0: Pra-Membaca (Pseudo-Membaca)
Anak-anak dalam rentang usia 6 bulan sampai 6 tahun biasanya nampak atau cenderung “pura-pura” membaca. Mereka lebih suka menceritakan kembali cerita ketika melihat halaman buku yang sebelumnya dibacakan untuknya. Mereka lebih tertarik menyebutkan huruf-huruf alfabet ketimbang membaca kata secara utuh. Di sisi lain, mereka sesungguhnya sudah mulai mengenali beberapa tanda-tanda baca. Dalam hal aktivitas, mereka mulai mencoba mencetak nama mereka sendiri dengan alat tulis apa pun, bahkan yang tidak masuk kategori alat tulis. Dunia buku bagi mereka sama dengan dunia bermain dengan buku, pensil, dan kertas.
Maka, sangat diharapkan agar orang tua atau mereka yang lebih dewasa membacakan cerita atau karangan apa pun secara dialogis untuk menarik minat anak-anak. Hal ini merupakan bentuk dari menghargai minat anak pada buku dan membaca. Sering-sering memberi dan menunjukkan buku, kertas, pensil, balok, dan huruf akan menjadi aktivitas yang menarik.
Tahap 1: Membaca dan Mengenali Bentuk-Bentuk Huruf
Untuk anak usia 6 sampai 7 tahun, anak belajar hubungan antara huruf dan suara. Juga, antara kata-kata yang tertulis dan lisan. Anak mulai mampu membaca teks pendek dan sederhana, apalagi yang mengandung kata-kata yang kerap didengar. Juga, kata-kata berima. Pada tahap ini, anak mulai “mengucapkan” kata-kata dari beragam suku kata baru. Penting bagi orangtua atau pendamping pada tahap ini untuk memberikan arahan langsung bagaimana hubungan huruf-bunyi (fonik) dan praktik penggunaannya. Membaca cerita sederhana menggunakan kata-kata sembari mengajarkan fonik dasar dan kata-kata yang sering didengar menjadi metode yang tepat.
Tahap 2: Fasih
Anak pada rentang usia 7 sampai 8 tahun sudah mampu memilih dan membaca cerita sederhana yang familiar dengan dunia mereka sehari-hari. Inilah awal dari kefasihan mereka dalam membaca. Secara struktural, mereka seperti memecahkan sandi-sandi di dalam bacaan-bacaan untuk menemukan pemahaman yang tepat. Cerita-cerita yang sudah akrab di telinga mereka akan mempermudah proses kefasihan ini. Maka, penting bagi orang tua dan pendamping untuk memberikan arahan langsung saat anak sedang “memecahkan sandi-sandi” ini. Pada tahap ini, anak bisa dipastikan sudah bisa membaca secara mandiri. Dalam konteks linguistik, mereka sudah mulai berkembang dalam kecerdasan berbahasa, mampu merangkai kosakata, bahkan sudah bisa mengenali konsep-konsep sederhana melalui kata-kata.
Tahap 3: Membaca untuk Mencari Hal yang Baru
Pada tahap ini, sesungguhnya ada 2 fase penting yang perlu kita catat. Pertama, fase anak sekolah dasar tingkat atas, sekitar kelas 4 sampai 6 SD. Kedua, usia SMP atau lower secondary. Bagi mereka, membaca adalah cara untuk mempelajari ide-ide baru, untuk memperoleh pengetahuan baru, untuk memahami beragam perasaan baru, bahkan untuk mempelajari sikap baru. Maka, peran orang tua dan pendamping terhadap anak-anak yang sudah benar-benar mandiri dalam membaca ini adalah menyediakan sumber bacaan yang lebih beragam. Misalnya, buku teks, ensiklopedia, surat kabar, majalah, dan lain-lain. Penting juga untuk memulai mengajak diskusi anak pada tahap ini terkait opini mereka dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan meminta mereka juga untuk menulis ulang. Hal ini membuat kemampuan membaca mereka lebih kompleks dan sistematis.
Tahap 4: Memahami Beragam Sudut Pandang
Sebut saja, anak-anak usia “putih abu-abu” atau SMA ini tentunya sudah bisa membaca berbagai materi yang lebih rumit. Mereka bisa memahami mana teks eksposisi, deskripsi, prosedural, narasi, hingga kisah nyata (recount text) dengan berbagai macam sudut pandang atau beragam tafsir. Pada tahap ini, membaca buku tentang ilmu-ilmu alam dan pengetahuan sosial sesungguhnya menjadi metode yang paling bijak. Sebab, pada tahap ini pun mereka sedang mengumpulkan beragam sudut pandang atau keluasan cakrawala pengetahuan. Memilihkan buku-buku bertema humaniora, sastra klasik, sastra populer, puisi, opini, atau jurnal-jurnal sederhana diyakini akan semakin membuat mereka lebih terbuka terhadap dunia.
Tahap 5: Mengkonstruksi dan Merekonstruksi
Bagi mereka yang sudah memasuki jenjang perguruan tinggi atau di atasnya, persoalan membaca akhirnya menjadi persoalan niat alias kemauan. Kegiatan membaca sama dengan kegiatan untuk menjawab apa yang dibutuhkan, baik dalam hal minat atau profesional. Misalnya, soal tema pengembangan diri atau bisnis. Membaca menjadi kegiatan untuk menyinkronkan pengetahuan yang sudah ada, mencoba melawan dengan membuat antitesis atau asumsi, lantas seperti menemukan teori-teori baru. Maka, tak jarang membaca dalam tahap ini sungguh-sungguh adalah membaca teks dengan ukuran huruf serba kecil dengan panjang kalimat yang beranak-pinak. Bagi mereka, membaca itu adalah perkara integrasi pengetahuan dan beragam sudut pandang. Maka, seringkali ini adalah tahap merekonstruksi pengetahuan atau pemahaman sebelumnya menjadi pemahaman yang lebih relevan dan konstektual.
Nah, memahami 6 tahap kemampuan membaca ini menjadi dasar yang paling masuk akal sekaligus inspiratif untuk mengenali karakteristik pengalaman-berkenalan-dengan-huruf sampai apa yang sesungguhnya dibutuhkan oleh anak dalam dunia literasi sesuai usianya.