Pergantian tahun selalu mendebarkan. Namun, rasanya itulah yang membedakan kita—manusia—dengan makhluk lain. Ngengat, misalnya, tidak akan mengubah caranya beristirahat saat hinggap di dahan pohon mangga ketika kalender tahunan berganti. Lain halnya manusia. Ia selalu menyelipkan harapan yang lebih baik di saku kemejanya ketika tahun berganti. Maka, wajarlah saat manusia—bukan ngengat—tumpah ruah di ruas-ruas jalan kota besar demi merayakan pergantian tahun. Ada kembang api yang meletus, berasap warna-warni. Ada sorak-sorai. Ada keriuhan. Lalu, timbunan sampah setelahnya. Itulah manusia, ia makhluk yang suka akan perayaan. Tiada mengapa. Manusia memerlukan jeda, demi sedikit menjilat asa. Sebab, esok hari setelah perayaan, mereka toh seolah berhenti jadi manusia, menjelma jadi roda gigi yang menggerakkan ekonomi. Homo laborans, manusia adalah makhluk yang bekerja.
Rasa-rasanya akan sulit membayangkan manusia melepaskan atribut dirinya dari kata “kerja”. Sebab, jika kita mencoba-coba, hanya akan muncul manusia “rebahan”, atau “gulang-guling”. Sedikit lebih baik kastanya mungkin manusia “perenung” yang juga nir-kerja. Ah, mungkinkah ini yang membuat kata Filsuf tak pernah jenak mengisi baris pekerjaan di kartu identitas? Entahlah. Yang pasti adalah bahwa pekerjaan turut menentukan nilai manusia. Apalah manusia tanpa pekerjaannya? Bahkan seorang pengamen pun berhak menepuk dada kala menunjukkan segepok uang yang didapatnya dari mengamen. Ia bekerja dengan mengamen, bisa mencukupi kebutuhannya sendiri, malahan juga mungkin keluarganya. Menariknya, dunia kerja saat ini bukanlah panggung pentas yang statis. Dunia kerja, sebagai perpanjangan dari semesta ekonomi, juga tak luput dari pengaruh kekuatan yang berada di luar dirinya. Dewasa ini, dunia kerja berada dalam area tarik-menarik antara teknologi, inovasi, gejolak politik, perubahan sosial dan seterusnya. Dalam lanskap ini, pekerjaan tradisional semakin beralih ke model ekonomi lepas (gig economy), dan peluang-peluang baru muncul di persimpangan teknologi dan kreativitas manusia. Namun, perubahan ini juga membawa risiko disrupsi besar-besaran bagi tenaga kerja global, memperlebar kesenjangan, dan menuntut penyesuaian yang cepat dari berbagai pihak.
Nah, demi membantu Bibliobesties memenuhi kebutuhan untuk memahami persoalan-persoalan menyoal masa depan dunia kerja, Perimin mencoba memilah dan memilih sembilan buku. Di dalam daftar pendek ini, Perimin menyodorkan buku-buku nonfiksi dengan benang merah pada seluk-beluk dunia kerja. Kita semua mafhum, hal ini menjadi kebutuhan mendesak untuk saat ini. Semoga, rekomendasi ini membawa pencerahan dan pengertian yang mendalam untuk menjalani kehidupan.
1. Machine, Platform, Crowd: Harnessing Our Digital Future
ISBN-13: 9780393356069
Keywords: Technology and Future Trends, Digital Revolution, Machine Learning, Artificial Intelligence, Platforms, Crowdsourcing, Business Transformation, Technological Innovation, Future of Work, Business Innovation
Gagasan yang dieksplorasi dalam buku ini meliputi tiga hal yang berada di ujung kemajuan teknologi, yaitu seluas apa konvergensi kecerdasan buatan yang dimiliki mesin, model-model bisnis berbasis platform digital, hingga pengaruh massa dalam mengubah lanskap industri dan masyarakat. Di lain sisi, Financial Times bahkan melihat buku ini telah memberikan penjelasan yang terang dan sekaligus tajam tentang kecerdasan buatan, mahadata (big data), dan ekonomi berbagi (sharing economy). Katakanlah karya dua penulis Andrew McAfee dan Erik Brynjolfsson ini adalah sebuah wahana yang akan membawa para pembacanya mengarungi masa depan yang disokong oleh kekuatan teknologi. Kemajuan ini, menurut para penulis, telah membawa angin revolusi yang membawa perombakan terhadap pasar, selain para pelaku industri bisnis.
2. Hillbilly Elegy: A Memoir of a Family and Culture in Crisis
ISBN-13: 9780062300546
Keywords: Memoir, Appalachia, White Working Class, Poverty, Addiction, Social Mobility, Family Dynamics, American Dream, Social Mobility
Wakil Presiden Amerika Serikat terpilih, J.D. Vance, menulis Hillbilly Elegy untuk menyampaikan keresahannya sebagai kelas pekerja kulit putih yang hidup di Middletown, Ohio. Keluarga Vance sendiri memiliki akar dari wilayah Appalachian, Kentucky. Masa kecil Vance rupanya cukup lekat dengan pergulatan kaum kulit putih dengan persoalan kemiskinan, kecanduan, hingga mobilitas sosial. Dengan apa adanya, Vance mengisahkan perjuangan masa kecilnya yang penuh masalah hingga akhirnya lulus dari Yale Law School. Melalui memoar ini, para pembaca akan melihat betapa faktor budaya dan keluarga memberi pengaruh besar pada kehidupan Vance. Buku ini cukup personal, meskipun para kritikus menilai bahwa apa yang ditulis Vance sedikit abai pada faktor sistemik yang berkontribusi pada realitas kemiskinan di Amerika Serikat. Namun demikian, buku ini masih bisa dibaca sebagai kritik kultural terhadap kelas pekerja kulit putih di Amerika Serikat.
3. Hit Refresh: The Quest to Rediscover Microsoft’s Soul and Imagine a Better Future to Everyone
ISBN-13: 9780008247690
Keywords: Memoir, Microsoft, Corporate Transformation, Empathy, Growth Mindset, Artificial Intelligence, Mixed Reality, Quantum Computing
Menjabat sebagai CEO di perusahaan sekelas Microsoft tentu adalah impian banyak orang. Meskipun, tentu saja, hal ini berbanding lurus dengan kualifikasi mentereng yang dibutuhkan. Bagaimana itu bisa dilakukan Satya Nadella? Dengan jujur dan hangat, Nadella membagikan perjalannya dari seorang bocah India yang bercita-cita sebagai pemain kriket menjadi orang nomor satu di perusahaan teknologi paling terpandang di dunia. Nadella berpindah, dari Hyderabad, tempat kelahirannya di India, ke Redmond, markas Microsoft di Washington, Amerika Serikat. Nadella sendiri bergabung dengan Microsoft pada 1992 karena keyakinannya, bahwa ia masuk ke dalam sekelompok orang yang memiliki misi untuk mengubah dunia. Di dalam buku ini, Nadella membuka diri dan mengungkapkan visinya. Ia menawarkan wawasan tak ternilai tentang kepemimpinan dan pembaruan dalam perusahaan di era digital.
4. The Gig Economy: The Complete Guide to Getting Better Work, Taking More Time Off, and Financing the Life You Want
ISBN-13: 9781400245642
Keywords: Microeconomics, Gig Economy, Freelance Work, Independent Contracting, Career Flexibility, Financial Independence, Work-life Balance, Professional Networking
Belakangan ini, ada banyak orang yang terlibat dalam gig economy. Ringkasnya, konsep ini menggeser pemanfaatan karyawan tetap menjadi pekerja dengan jangka kontrak yang pendek, misalnya kontrak sementara ataupun karyawan tidak tetap. Umumnya, gig economy diterapkan di perusahaan-perusahaan dalam industri kreatif atau perusahaan rintisan (start-up). Karya Diane Mulcahy ini akan sangat relevan bagi mereka yang sedang berada dalam ekosistem gig economy, para penjelajah dunia kerja lepas dan kerja kontrak jangka pendek. Mulcahy membagikan wawasan berdasarkan pengalamannya mengajar di Babson College. Ia menawarkan strategi bagi pembaca untuk membangun karir di dunia gig economy. Mendapat pujian berkat nasihat dan tip praktis, buku ini memberi tekanan pada pentingnya diversifikasi pemasukan, membangun fleksibilitas finansial, dan berjejaring secara bermakna.
5. WTF?: What’s the Future and Why It’s Up to Us
ISBN-13: 9781847941855
Keywords: Technology and Future Trends, Future of Work, Artificial Intelligence, Algorithms, Business Models, Technological Advancement, Income Inequality, Unemployment, Human-centered Technology
Tim O’Reilly membahas dampak transformasional teknologi seperti kecerdasan buatan dan algoritma terhadap masa depan pekerjaan dan masyarakat. Itu semua ia tuangkan dalam WTF?: What’s the Future and Why It’s Up to Us.Dalam buku ini, ia mengajukan pertanyaan kritis tentang potensi penggantian pekerjaan, ketimpangan pendapatan, dan restrukturisasi bisnis di tengah kemajuan teknologi. Menekankan bahwa hasilnya tidak ditentukan sebelumnya, O’Reilly mendorong pendekatan proaktif dalam menggunakan teknologi untuk menyelesaikan masalah manusia dan meningkatkan pengalaman. Buku ini mendapat ulasan positif, dengan para pemimpin industri seperti Reid Hoffman menyebutnya sebagai “panduan yang sangat diperlukan.” Karya O’Reilly berfungsi sebagai ajakan bagi semua pemangku kepentingan untuk terlibat secara bijaksana dengan lanskap teknologi yang berkembang guna membangun masa depan yang lebih baik.
6. Essays in AI: Automation, Technology and the Future of 9-5 Work
ISBN-13: 9781974513505
Keywords: Technology and Future Trends, Blockchain Technology, Decentralization, Distributed Ledger, Smart Contracts, Cryptocurrencies, Peer-to-peer Networks, Digital Trust, Financial Technology, Internet of Value, Business Innovation
Buku yang ditulis oleh Joshua Krook ini membahas dampak kecerdasan buatan dan otomatisasi terhadap struktur pekerjaan tradisional, khususnya model kerja 9-to-5. Melalui serangkaian esai, Krook menganalisis hubungan yang berkembang antara manusia dan mesin, menyoroti tantangan dan peluang yang muncul seiring kemajuan teknologi. Meskipun ulasan spesifik untuk judul ini terbatas, fokus buku ini pada topik yang relevan menunjukkan bahwa ini adalah sumber yang berharga bagi pembaca yang tertarik pada persimpangan teknologi dan tenaga kerja. Pendekatan analitis Krook memberikan perspektif seimbang, menjadikan buku ini bacaan penting bagi profesional, pembuat kebijakan, dan siapa pun yang tertarik pada masa depan pekerjaan.
7. The Division of Labor in Society
ISBN-13: 9781476749730
Keywords: Sociology, Social Order, Industrialization, Moral Regulation, Social Integration, Functionalism, Social Norms, Collective Conscience, Evolution of Societies, Normlessness, Social Theory, Structural Differentiation, Societal Transition, Social Ethics, Sociological Methodology
Karya ini memang telah muncul di pengujung abad ke-19, pada 1893 lebih tepatnya. Meskipun sudah lebih dari 130 tahun berlalu, rasa-rasanya kita masih patut mempertimbangkan gagasan yang ditawarkan oleh Émile Durkheim, seorang sosiolog Prancis ini. Dalam The Division of Labor in Society, Durkheim mencermati sekaligus membawa kita pada eksplorasi tentang bagaimana pekerjaan memberi pengaruh pada kohesi sosial. Ia membandingkan situasi masyarakat di Eropa pada era tradisional dengan era modern. Buku ini menjadi bacaan klasik dan fundamental dalam studi Sosiologi karena mengangkat wawsan tentang bagaimana masyarakat tradisional memiliki fungsi berdasarkan jenis-jenis pekerjaan. Selain itu, buku ini juga mengangkat persoalan tentang hubungan antarindividu, struktur sosial, sekaligus perubahan sosial dalam masyarakat sejalan perkembangan sejarah.
8. Good Economics for Hard Times: Better Answers to Our Biggest Problems
ISBN-13: 9780141986197
Keywords: Macroeconomics, Immigration, Income Inequality, Climate Change, Globalization, Technological Unemployment, Economic Growth, Poverty Alleviation, Policy Interventions, Universal Basic Income, Trade Wars,
Labor markets, Social Safety Nets, Behavioral Economics, Sustainable Development, Economic Policymaking
Buku yang ditulis oleh dua pemenang Nobel di bidang ekonomi ini membawa beragam persoalan yang relevan untuk diselisik terkait situasi global belakangan ini. Persoalan imigrasi, ketimpangan, perubahan iklim, hingga dinamika politik global seluruhnya dikupas dari cara pandang sepasang ekonom, Abhijit Banerejee dan Esther Duflo. Apa yang mereka kerjakan sebagai ekonom adalah mencoba memotret persoalan ketimpangan yang dialami oleh banyak orang di muka bumi. Keduanya menekankan pentingnya intervensi yang cerdas dan penuh kasih untuk membangun masyarakat yang lebih adil. Buku ini juga telah menerima pujian luas atas analisisnya yang mendalam dan penyajiannya yang mudah dipahami, menjadikannya sumber berharga bagi pembuat kebijakan dan pembaca umum.
9. Web3: Charting the Internet’s Next Economic and Cultural Frontier
ISBN-13: 9780063299955
Keywords: Political Theory, Web3, Decentralized Internet, Blockchain Technology, Peer-to-Peer Transactions, Metaverse, Non-Fungible Tokens (NFTs), Decentralized Autonomous Organizations (DAOs), Decentralized Finance (DeFi), Self-Sovereign Identity, Ownership Economy, Digital Transformation, Economic and Cultural Innovation, Next-Generation Internet, Digital Identity Ownership, Technological Revolution
Jaringan internet yang kita kenal sebagai World Wide Web (www), yang diciptakan oleh Sir Tim Beners-Lee, seorang ilmuwan fisika asal Inggris, pada 1989 di laboratorium Organisasi Eropa untuk Riset Nuklir (CERN) yang ada di dekat Jenewa, Swis. Sejak saat itu, teknologi komunikasi berkembang begitu cepat. Pada dekade 1990 hingga 2000-an, teknologi Web ini telah menghubungkan lebih dari separuh penduduk dunia. Web1 dan Web2 bisa dikatakan telah membawa demokratisasi pada akses informasi bagi umat manusia selain membuat pertemuan dan kolaborasi daring menjadi lebih mudah. Sementara itu, Web3 hadir dengan kekuatan lebih dahsyat karena mampu mengakomodasi aspek ekonomi. Web3 adalah peranti yang mampu menghasilkan uang, mengakomodasi kepemilikan asset, hingga membangun kesejahteraan di level internasional berkat teknologi blockchain.
***
Nah, demikianlah rekomendasi sembilan buku tentang dunia kerja dan berbagai peluangnya dari Perimin. Semoga bisa membantu BiblioBesties menjadi penuh sebagai pengarung samudra kehidupan. Salam!
Jika Bibliobesties hendak membaca rekomendasi buku lainnya, temukan di sini!