Khazanah kuliner Nusantara yang satu ini rupanya sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Nenek moyang bangsa Indonesia, khususnya mereka yang memiliki akar budaya Jawa (termasuk Madura dan Bali) membuat tumpeng sebagai persembahan pada leluhur yang mendiami gunung-gunung. Hal ini terjadi jauh sebelum agama-agama modern masuk ke Nusantara.
Menilik sejarahnya
Menurut Murdijati Gardjito, seorang ahli pangan, tumpeng lalu berkembang setelah masuknya agama Hindu—sekitar abad ke-5 Masehi—dari India ke tanah Jawa. Makanan tradisional ini memiliki bentuk kerucut menyerupai gunung karena melambangkan Gunung Mahameru. Bagi umat Hindu, Gunung Mahameru dianggap sebagai tempat berdiam penguasa alam semesta.
Pada abad ke-7 hingga ke-8, agama Islam lalu menyebar di Nusantara. Fungsi tumpeng pun mengalami penyesuaian dengan kaidah agama Islam, seperti yang kita kenal sekarang ini. Nasi tumpeng digunakan dalam perayaan seperti syukuran, kenduri, dan sebagainya.
Dr. Ari Prasetiyo, pengajar Sastra Jawa di Universitas Indonesia, menyampaikan bahwa nasi tumpeng memuat tujuh macam bahan makanan. Hal ini bukan tanpa alasan, lho! Dalam bahasa Jawa, angka “tujuh” disebut sebagai “pitu,” yang diyakini sebagai akronim kata “pitulungan” atau “pertolongan” dalam bahasa Indonesia. Selain itu, warna kuning dari nasi tumpeng melambangkan warna emas yang menyimbolkan kemegahan dan kemuliaan. Di sisi lain, nasi tumpeng berwarna putih adalah simbol kesucian.
Peranti nasi tumpeng
Tumpeng tersusun dari tujuh jenis bahan makanan, yaitu nasi, ayam, lele, teri, telur, urap sayuran, dan cabai merah. Masing-masing bahan makanan memiliki arti tersendiri. Nasi putih melambangkan apa yang dimakan selayaknya berasal dari sumber yang bersih dan halal. Di lain sisi, nasi kuning melambangkan kemegahan dan kemuliaan. Lauk ayam—biasanya menggunakan daging ayam jantan—memuat pesan agar kita menghindari sifat sombong dan merasa paling benar. Kedua sifat itu dipercaya sebagai sifat ayam jantan.
Lele dalam nasi tumpeng melambangkan sifat ulet dan tabah, karena bisa bertahan di lingkungan yang kekurangan air. Teri yang hidup dalam kelompok dipakai sebagai lambing kerukunan dan kebersamaan. Telur rebus dengan cangkang mengingatkan pesan bahwa manusia diciptakan dalam fitrah yang sama. Telur rebus harus dikupas dari cangkang agar kita ingat bahwa semua tindakan baik harus direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi.
Urap sayuran yang terdiri dari kangkung, bayam, taoge, kacang panjang, dan urap itu masing-masing memiliki arti. Kangkung melambangkan perlindungan, karena diasosiasikan dengan kata “jinangkung” dalam bahasa Jawa. Bayam diasosiasikan dengan kata “ayem tentrem” dalam bahasa Jawa yang berarti damai dan sejahtera. Taoge melambangkan pertumbuhan. Kacang panjang adalah lambang pikiran jauh ke depan. Sementara itu, urap sendiri didekatkan dengan kata “urip” dalam bahasa Jawa yang bermakna “hidup,” “menghidupi,” atau “menafkahi.”
Terakhir, cabai merah yang digunakan sebagai hiasan seperti kelopak bunga di ujung tumpeng melambangkan api yang akan menerangi sekitarnya. Nah, ternyata nasi tumpeng adalah hidangan yang berumur panjang dan penuh simbol. Menurut Bibliobesties, apa jadinya jika nasi tumpeng kekinian tidak lagi dibuat berbentuk kerucut, tapi justru menyerupai tokoh kartun seperti Hello Kitty?
Kampanye tagar #TualangRasa dan #FlavorEscapade
Untuk memahami lebih dalam hubungan antara kuliner dan identitas bangsa, Perimin mengajak Bibliobesties untuk mengkampanyekan #TualangRasa dan #FlavorEscapade di media sosial. Dengan menjelajahi kekayaan kuliner Indonesia, kita dapat merasakan sejarah dan nilai-nilai yang membentuk jati diri kita. Dengan kampanye #TualangRasa dan #FlavorEscapade, mari berbagi pengalaman dan pengetahuan khazanah kuliner Indonesia sembari menjaga warisan leluhur!
Bersamaan dengan ini, Perimin juga mengajak Bibliobesties untuk memaknai dan meresapi aneka kuliner di Indonesia. Kalian bisa tekan di sini untuk menuju halaman Ayam Taliwang. Tekan di sini untuk menuju halaman Nasi Tumpeng. Tekan di sini untuk menuju halaman Gudeg. Dan tekan di sini untuk menuju halaman Aneka Minuman.