Setelah mengulas buku Haruki Murakami Manga Stories 1 bagian pertama, kali ini perimin akan mengulas bagian kedua dari buku ini: Where I’m Likely to Find It. Penasaran, seperti apa keseruan “Where I’m Likely to Find It”? Yuk, simak lebih dalam.
Where I’m Likely to Find It
Seorang istri, 35 tahun, datang ke seorang detektif partikelir untuk mencari suaminya yang hilang. Kisah ini sendiri diawali dengan dialog antara istri dan detektif tentang ayah mertua si istri yang mengalami tabrak lari di pinggir jalan. Si istri mengaku bahwa pada saat itu ayah mertuanya sedang mabuk berat. Usia ayah mertuanya 68 tahun saat itu.
Si istri mengenang ayah dengan cara yang cukup unik, jika tidak boleh disebut sedikit aneh. Tidak banyak mobil yang tersisa di Tokyo. Mobil digantikan oleh bus. Dengan demikian, bagi si istri, melihat mobil yang berseliweran di Tokyo seolah-olah seperti “kenang-kenangan” akan kematian mertuanya.
Setelah ayah suaminya meninggal, ibu mertua si istri pindah ke kondominium yang sama tempat suami-istri itu tinggal. Ibu mertua si istri mengalami serangan kecemasan akibat kepergian suaminya yang mendadak. Mereka hanya berbeda satu lantai. Si istri dan suami tinggal di lantai 26, sementara ibu mertua tinggal di lantai 24.
Saat itu, si suami sedang bersiap untuk bermain golf, meskipun membatalkannya karena hari hujan.
Keanehan terjadi ketika si suami menyambangi tempat tinggal ibunya di lantai 24. Ibu si suami tiba-tiba kesulitan bernafas, merasa pusing, dan tidak kuat berdiri. Si suami pergi ke lantai 24, di apartemen ibunya. Itulah kali terakhir si istri melihat si suami. Si suami meninggalkan apartemennya memakai kaos polo abu-abu, celana panjang krem, kaca mata Armani, dan sepatu olah raga New Balance tanpa kaos kaki. Penampilan perlente si suami adalah wajar, karena ia bekerja sebagai pialang saham pada Merrill Lynch yang bonafide.
Dua puluh lima menit setelah meninggalkan apartemennya, si suami menelpon. Ia mengabarkan pada sang istri bahwa situasi ibunya sudah bisa teratasi. Si suami meminta si istri untuk menyiapkan sarapan, panekuk dengan bakon, karena ia akan kembali ke apartemennya. Namun, si istri mengaku pada si detektif bahwa suaminya hilang begitu saja.
Pencarian si detektif
Proses pencarian berlanjut, si detektif memeriksa apartemen pasangan suami-istri tersebut. Si suami tidak pernah menggunakan lift dan lebih memilih naik tangga. Maka, si detektif menyelidiki ruang tangga apartemen. Ia bertemu dengan beberapa penghuni apartemen di ruang tangga. Ada pria pelari berumur tigapuluhan yang tinggal di lantai 17. Pria itu sengaja menggunakan ruangan tangga untuk olah raga, karena ia kesulitan menemukan rute lari yang nyaman di sekitar apartemen. Ada pula pensiunan guru, seorang perokok, yang tinggal bersama anak dan menantunya. Pensiunan guru tersebut menilai bahwa pandangan Descartes, cogito ergo sum—saya berpikir, maka saya ada—sepenuhnya keliru, karena baginya terlalu banyak berpikir akan membuat diri kita tiada.
Beberapa minggu kemudian, si detektif bertemu dengan seorang anak perempuan SD kelas kecil duduk di sofa ruang tangga. Si gadis kecil bertanya apa yang sedang dicari oleh si detektif, karena mungkin ia bisa membantu mencarinya. Percakapan kecil dengan si gadis cilik berujung pada sepenggal pertanyaan.
“Jadi, aku harus mencarinya, bahkan ketika aku tak tahu apa yang harus dicari. Benda itu bisa saja sebuah pintu, payung, donat, atau seekor gajah?”, ujar si gadis kegirangan dan beranjak pergi, karena ia harus pulang untuk les menari.
Tentang pikiran dan ingatan yang tersandera
“Where I’m Likely to Find It” memang bukan cerpen karya Murakami yang terkenal. Karya ini pun tidak bisa dibilang besar. Namun, karya ini punya ciri yang khas. Murakami masih hadir membawa misteri, kesepian, dan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya tidak semudah menjawab ujian penerimaan mahasiswa baru. Misalnya saja, mengapa si detektif tidak mau dibayar dan menjelaskan pada si istri bahwa yang ia mau bukan uang, tapi menemukan orang yang harus ia temukan? Lalu, mengapa pula si kakek pensiunan guru menentang cogito Descartes dan lebih memilih memahami dunia melalui koan—pencerahan dalam Buddhisme-Zen? Atau—dan ini rasanya yang paling ajaib—mengapa si suami ditemukan secara “biasa-biasa saja” setelah mengalami hilang ingatan?
Secara intuitif, “Where I’m Likely to Find It” ingin bicara soal pikiran dan ingatan. Jangan-jangan, selama ini banyak orang tersandera oleh pikiran dan ingatanya sendiri. Akibatnya, orang merasa bingung dengan apa yang dicari dalam hidupnya. Masalahnya, ingatan dan pikiran juga tidak bisa dinafikan begitu saja. Kehilangan ingatan, juga pikiran—baca: kewarasan—bisa membuat orang kehilangan orientasi.
Jadi, apa solusinya? Saran saja, tidak perlu terlalu mencari solusi saat membaca Murakami.
Jika Biblibesties hendak membaca bagian kedua dari ulasan buku Murakami Manga Stories, temukan di sini!