Pada April lalu, American Psychological Association (APA) mendesak perusahaan teknologi dan pemangku kebijakan untuk mengambil langkah tegas dalam melindungi kesehatan mental remaja dari dampak berbahaya media sosial. Fitur infinite scroll (menggulir tanpa ujung) pada media sosial dan sistem notifikasi dianggap sangat beresiko bagi remaja. Dua hal ini dinilai membuat remaja cenderung lebih sulit lepas dari bahaya adiktif. Artinya, lebih rentan terhadap gangguan. Mitch Prinstein, kepala ilmiah APA, menjelaskan bahwa berbagai platform media sosial dirancang untuk membuat penggunanya terikat. Sayangnya, anak-anak yang belum memiliki kemampuan membatasi diri seperti orang dewasa malah mengalami kesulitan lepas dari keterikatan ini.
Hidup di dunia digital layaknya di Mars
Tema yang sama dibahas oleh Jonathan Haidt dalam bukunya, The Anxious Generation. Haidt menganalogikan, anak-anak modern yang tumbuh dalam dunia berbasis teknologi ini ibarat manusia yang mencoba bertahan hidup di Mars. Seperti Mars, dunia maya adalah lingkungan yang tidak sesuai dengan kebutuhan alami manusia dan sering kali gagal mendukung perkembangan secara optimal.
ISBN-13: 9780593655030
Di Mars, setiap kesalahan kecil dapat membawa konsekuensi besar. Misalnya, retaknya pelindung helm bisa mengancam nyawa seseorang. Begitu pula dalam dunia maya, kesalahan kecil seperti unggahan yang salah atau tindakan impulsif yang dapat memicu “rujakan” banyak pihak atau shaming online yang berdampak jangka panjang pada kesejahteraan emosional anak-anak.
Bak dari Galasin ke Gawai
Haidt menambahkan bahwa ada pergeseran terkait kemajuan teknologi, played-based childhood (masa kecil berbasis permainan fisik) menuju phone-based childhood (masa kecil berbasis koneksi virtual). Permainan fisik, seperti galasin, petak umpet, lompat tali, dan sebagainya, menurut para ahli diperlukan untuk menunjang pengalaman fisik dan sosial yang dibutuhkan oleh manusia. Apapun alasanya, pertemanan virtual tidak akan pernah bisa menggantikan aspek fisikal dari permainan fisik. Koneksi pertemanan virtual justru membawa keresahan, karena anak-anak dicekoki oleh konten-konten virtual ketika mereka belum memiliki kemampuan untuk menyadari yang mana kenyataan dan yang mana dunia virtual.
Teknologi informasi yang kecepatan dan daya rambahnya tak terkira ini, menurut Haidt, seolah menyebarkan “virus kecemasan” yang merasuki generasi yang masa kecilnya berbasis koneksi virtual. Masalahnya, orang tua sekarang ini seringkali terlalu membatasi anak bermain permainan fisik sementara memberi kebebasan penuh untuk mengakses dunia virtual.
Peran orangtua dalam menjembatani dunia nyata dan maya pada anak
Dalam hal ini, Haidt juga menekankan pentingnya peran orangtua. Alih-alih membatasi eksplorasi anak-anak di dunia nyata yang kaya akan pelajaran dan tantangan, banyak orangtua yang justru tanpa sadar memberikan kebebasan penuh di dunia maya. Hal ini menciptakan celah besar dalam pengawasan dan perlindungan, sehingga memungkinkan anak-anak terserap ke dalam dunia yang sering kali berbahaya dan tidak terkendali.
Jika Bibliobesties hendak membaca ulasan lainnya, temukan di sini!