Buku guna Menemukan Makna Pekerjaan dan Meningkatkan Kualitas Diri

0
Share
Buku untuk Menemukan Makna Pekerjaan dan Meningkatkan Kualitas Diri

Sebagai seorang bocah, sering kali terpikir apa yang khas dilakukan oleh orang dewasa, bukan? Satu pembedaan sederhana namun cukup fundamental adalah anak kecil menghabiskan waktu untuk bermain dan bersekolah, sementara orang dewasa sibuk bekerja. Entah, kapan pertama kali pekerjaan diciptakan dan siapa penciptanya, rasanya orang tidak perlu berpusing-pusing memikirkannya. Konon, pekerjaan leluhur kita, Homo sapiens diawali dengan penemuan api. Sebelum mereka menemukan api, para sapiens membutuhkan 8 jam sehari untuk mengunyah daging agar bisa dicerna! Namun, dalam pandangan orang modern, yang pasti—dan semua orang tahu—bahwa pekerjaan mendatangkan uang. Dan, dengan uang, orang bisa memanjat tangga kesejahteraan—juga kebahagiaan, untuk sebagian besar orang. Namun, tidak jarang itulah persoalannya. Makna pekerjaan tidak berbanding lurus dengan kebahagiaan!

Karena pekerjaan manusia terkait dengan perkara kebahagiaan, maka hal ini terkait dengan makna. Manusia, dan inilah kekhasan mereka, pasti akan mencari yang lebih “dalam” dari apa yang dilakukannya. Contoh terbaik saat mengupas hal ini rasanya adalah pengalaman Viktor Frankl yang diceritakannya dalam Man’s Search for Meaning. Psikiater dan ahli saraf berkebangsaan Austria ini sempat menghuni Kamp Auschwitz di Polandia, sembilan bulan setelah menikahi istrinya. Bagi Frankl, pengalamannya sebagai penyintas holocaust mengajarkan betapa manusia adalah makhluk yang membutuhkan makna. Ia menyadari betapa besarnya peran makna dalam kehidupan manusia. Frankl bisa selamat dari Auschwitz karena ia menemukan makna dalam kesehariannya. Dalam Man’s Search for Meaning, Frankl menulis demikian: “Di kamp, kami dipaksa mengerjakan pekerjaan yang seringkali tanpa arti dan melelahkan. Namun, dalam perjuangan ini, banyak yang menemukan waktu untuk sejenak rehat. Berfokus pada pekerjaan, bahkan yang sangat remeh, menawarkan pengalihan dari ketakutan eksistensial yang melingkupi kami. Dinamika ini mengungkapkan kapasitas manusia menanggung penderitaan melalui pemaknaan, betapapun rapuhnya, atas tindakan bekerja.”

Manusia, makna, dan pekerjaan dalam arti tertentu adalah tritunggal, sebagaimana diungkapkan oleh Frankl. Kamp konsentrasi di Auschwitz memang saat ini sudah tidak lagi ada. Namun demikian, persoalan yang dihadapi oleh Frankl pada paruh pertama abad yang lalu tetaplah relevan. Pekerjaan tidak berbanding lurus dengan kebahagiaan. Tantangan dan dinamika zaman membuat generasi produktif saat ini kesulitan menemukan makna atas pekerjaan yang mereka lakukan. Jika seseorang tidak bisa menghayati bahwa pekerjaannya sendiri bermakna—sekurang-kurangnya bagi dirinya sendiri—merasakan kebahagiaan atas pekerjaan rasanya menjadi mustahil. Stres karena tuntutan pekerjaan, keterbatasan penghasilan, dan ketidakpastian serta disrupsi yang dibawa oleh kecerdasan buatan menjadi fenomena nyata yang melingkupi generasi saat ini. 

 Nah, demi membantu Bibliobesties menemukan makna dari pekerjaan dan segala kerumitannya, Perimin mencoba memilah dan memilih sembilan buku. Di dalam daftar pendek ini, Perimin menyodorkan buku-buku nonfiksi dengan benang merah pada peningkatan kualitas pribadi hingga menjaga kesehatan mental dari stres yang mengikuti lika-liku dunia kerja. Harapannya, rekomendasi ini bisa membawa Bibliobesties menemukan kembali makna pekerjaan, dan jauh lebih penting: meningkatkan level kualitas pribadi. Semoga, rekomendasi ini membawa pencerahan dan pengertian yang lebih mendalam tentang persoalan konkret yang kita hadapi.

1. The Future of Work: Robots, AI, and Automation

Keywords: Business Strategy, Automation, Artificial Intelligence (AI), Robotics, Digital Economy, Future of Work, Technological Disruption, Employment, Social Contract, Economic Transition, Policy Response

Jika kita hidup separuh abad yang lalu, apa yang kita hadapi sehari-hari saat ini adalah fiksi ilmiah. Namun sekarang ini, robot, kecerdasan buatan, hingga mobil yang bisa menyetir sendiri adalah kenyataan sehari-hari. Menariknya, kenyataan “fiksi ilmiah” yang kita alami ini menyisakan banyak pertanyaan mendasar tentang kita, manusia. Salah satu pertanyaan yang mendasar adalah, “Bagaimana perubahan masif ini akan mengubah masyarakat, ekonomi, dan politik?” Darrell M. West membahas perkara ini secara mendalam, dengan menggunakan analisis mengenai pekerjaan, kontrak sosial, dan kerangka politik untuk menjawab tantangan ekonomi digital yang terbentang di hadapan kita. Harapannya, dengan menguraikan gagasan-gagasan dalam The Future of Work, para pemangku kepentingan dalam bisnis di masa mendatang mampu merumuskan kebijakan dan navigasi untuk kesejahteraan bersama.

2. Range: Why Generalists Triumph in a Specialized World

Keywords: Developmental Psychology, Generalists, Specialization, Interdisciplinary, Innovation, Problem-solving, Career development, Learning strategies

David Epstein, melalui Range, mencoba memberikan tantangan bagi pengertian umum bahwa spesialisasi adalah kunci meraih kesuksesan. Ia melakukan penelitian terhadap para atlet, artis, musisi, penemu, hingga ilmuwan paling moncer di seluruh dunia. Temuannya adalah bahwa para spesialis memang akan menguasai tempat-tempat khusus dalam bidang pekerjaan. Namun demikian, para generalis—mereka yang terbiasa menggunakan pengalaman dan pengetahuan interdisiplinernya—sering kali membuat inovasi dan mampu mencari pemecahan masalah dalam skala yang besar. Sementara para spesialis mampu melihat persoalan secara mendalam dengan ketelitian yang presisi, para generalis cenderung melihat perkara dalam perspektif yang lebih luas dan adaptif. Kemampuan para generalis inilah yang saat ini relevan dengan dunia yang berubah semakin cepat.

3. The Making of a Manager : What to Do When Everyone Looks to You

Keywords: Management, Leadership, Team building, Feedback, Trust, New Managers, Professional Development

Ketika dipromosikan menjadi seorang manajer dalam sebuah perusahaan, orang pasti memiliki semangat berlipat ganda untuk berperan memajukan perusahaannya. Namun, beriringan dengan waktu yang berjalan, kabut ketidakpastian pasti bisa menyergap. Saat itu terjadi, seorang manajer bisa saja tidak tahu apa yang sedang ia kerjakan. Pengalaman seperti ini pernah dirasakan oleh Julie Zhuo sebagai seorang manajer pada usia 25 tahun pada salah satu perusahaan teknologi besar, Facebook. Pada titik inilah ia menyadari bahwa manajer tidak dilahirkan begitu saja dari rahim bundanya. Pada akhirnya, Zhuo menyadari bahwa seorang manajer sepenuhnya dibentuk oleh waktu dan pengalaman. Kisah jujur dan transparansi Zhuo dalam The Making of a Manager didasarkan pada peningkatan keterampilan memimpin melalui proses belajar dari kesalahan dan melakukan perbaikan terus-menerus.

4. Can’t Even: How Millennials Became the Burnout Generation

Keywords: Sociology, Millennial Burnout, Work Culture, Economic Challenges, Social Media Impact, Mental Health, Generational Analysis, Labor Expectations, Capitalism Critique

Sesungguhnya, buku ini adalah versi lanjutan yang lebih mendetail dari artikel Anne Helen Petersen yang viral di BuzzFeed pada 2019 silam. Petersen mencoba melihat gejala kelelahan (burnout) yang dialami oleh generasi Millennials. Melalui bermacam pengalaman yang dirangkumnya, Petersen mencoba mengeksplorasi akar persoalan yang menyebabkan kelelahan. Rupa-rupanya, ada beberapa faktor yang bisa memantik gejala kelelahan dalam pekerjaan, seperti ketidakstabilan ekonomi, dinamika kebutuhan tenaga kerja yang terus berkembang, hingga tuntutan kehidupan digitas yang terlampau berat untuk dipenuhi. Berdasarkan pengalamannya sendiri, Petersen melihat bahwa ada pula faktor-faktor yang sudah tersistem membentuk pengalaman kelelahan dan kekecewaan bagi para Millennials

5. Think Again: The Power of Knowing What You Don’t Know

Keywords: Habits and Productivity, Rethinking, Unlearning, Cognitive Flexibility, Intellectual Humility, Open-mindedness, Adaptability, Continuous Learning, Personal Growth, Organizational Behavior, Decision-making

Adam Grant mencoba bersikap kritis terhadap kebiasaan kita mempelajari sesuatu. Mempelajari sesuatu mungkin seolah sama dengan menambahkan benda di sebuah ruangan. Benda yang kita masukkan ke dalam ruangan itu seperti gagasan baru. Sementara itu, ruangan untuk menempatkan benda-benda selayaknya pikiran kita. Tepat di sinilah Adam Grant menantang kita semua. Bagi Grant, ada aspek penting yang tidak bisa dilepaskan dari proses belajar, yaitu berpikir ulang dan melupakan apa yang sudah kita pelajari. Sebab, hanya dengan dua kapasitas itulah kita bisa lebih terbuka terhadap ide-ide baru. Pada gilirannya nanti, ide-ide baru inilah yang membawa keunggulan dan kebijaksanaan dalam praktik hidup sehari-hari. Dengan demikian, kita semua bisa memiliki penghargaan terhadap fleksibilitas mental, kerendahan hati, dan rasa lapar pada pengetahuan, alih-alih memelihara konsistensi yang berujung mengerdilkan akal.

6. Ultralearning: Accelerate Your Career, Master Hard Skills and Outsmart the Competition

Keywords: Cognitive Psychology, Ultralearning, Self-directed Learning, Skill Acquisition, Accelerated Learning, Mastery, Career Development, Competitive Advantage

Ultralearning ditulis oleh Scott H. Young bagi mereka yang ingin meningkatkan keterampilan dan pengetahuan secara masif menggunakan metode pembelajaran mandiri. Gagasan yang dilontarkan oleh Young tidaklah rumit. Ia memercayai bahwa manusia mampu mengusahakan disiplin agar dirinya bisa memperoleh pengetahuan secara mandiri namun efektif. Young menyediakan sembilan kerangka konsep, antara lain metalearning, fokus, keterusterangan, dan umpan balik, untuk menguasai kemampuan untuk belajar mandiri secara efektif. Secara menyeluruh, buku ini bisa dijadikan sumber daya yang berharga dan terpercaya bagi para profesional yang ingin meningkatkan kemampuan belajar mandiri. Ujung-ujungnya, kita harus tetap beradaptasi dengan tuntutan kemampuan yang dibutuhkan oleh pelbagai pekerjaan dalam dunia modern, bukan?

7. Radical Candor: Fully Revised & Updated Edition

Keywords: Leadership and Management, Leadership, Management, Feedback, Workplace Culture, Communication, Employee Development, Organizational Behavior

Kim Scott memanfaatkan pengalamannya yang luas di Google dan Apple untuk menyajikan kerangka kerja bagi kepemimpinan yang efektif. Ia berpendapat bahwa manajer dapat mencapai hasil yang unggul dengan peduli secara pribadi terhadap karyawan mereka sambil juga menantang mereka secara langsung. Buku ini memberikan saran praktis tentang membangun budaya komunikasi terbuka, memberikan umpan balik yang membangun, dan mendorong kekompakan tim. Edisi yang direvisi dan diperbarui sepenuhnya ini mencakup wawasan dan strategi baru untuk membantu para pemimpin menavigasi kompleksitas tempat kerja modern. Untuk bidang-bidang pekerjaan yang tersaji saat ini, keterusterangan jauh lebih dapat diandalkan daripada rasa segan dalam membangun komunikasi.

8. Hyperfocus: How to Work Less and Achieve More

Keywords: Personal Growth and Development,Productivity, Attention Management, Focus, Creativity, Deep Work, Distraction, Time Management, Mental Modes, Hyperfocus, Scatterfocus

Pada era yang menawarkan kecepatan dan kebaruan, kemampuan untuk menetapkan fokus pada satu perkara menjadi begitu mahal. Orang membutuhkan konsentrasi yang tinggi dan mendalam ketika berhadapan dengan pekerjaan yang harus diselesaikannya. Chris Bailey, pakar produktivitas dalam dunia kerja, menyajikan panduan praktis dan strategi untuk bisa menjaga fokus dan konsentrasi. Bailey membedakan dua mode mental, yaitu hyperfocus untuk pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi mendalam dan scatterfocus untuk pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan kreativitas. Hyperfocus secara umum menawarkan pandangan terbaru soal produktivitas. Dalam buku ini, Bailey mencoba menggeser perhatian tradisional pada manajemen waktu pada bidang baru yang lebih inovatif, yaitu manajemen perhatian. Pendekatan yang didasarkan pada ilmu saraf memberikan arah dan tujuan inovatif untuk mereka yang bekerja di bidang yang membutuhkan fokus dan kreativitas tinggi.

9. Thinking 101: How to Reason Better to Live Better

Keywords: Cognitive Psychology, Cognitive Biases, Critical Thinking, Decision-making, Psychology, Reasoning, Self-improvement

Pernahkah Anda bertanya pada diri sendiri, “Mengapa keputusan yang kuambil tidak tepat sasaran?” Dalam kehidupan, pengambilan keputusan yang tidak tepat tentunya akan membawa dampak merusak yang bisa memengaruhi jalan hidup. Nah, jika kita pernah megalami hal seperti ini, karya Woo-Kyoung Ahn ini layak untuk dipelajari. Ahn sendiri adalah seorang pengajar psikologi di Universitas Yale. Dalam Thinking 101, Ahn menyelidiki bahwa jalan pintas dalam berpikir dan bias mental cenderung menyesatkan kita saat mengambil keputusan. Dengan mengenali hambatan dalam proses berpikir ini, Ahn hendak menunjukkan bagaimana cara untuk melalui proses penalaran yang lebih baik, sehingga keputusan yang kita ambil bisa lebih membawa kepuasan. 

***

Nah, demikianlah rekomendasi sembilan buku untuk memberi makna yang lebih dalam bagi pekerjaan dan meningkatkan kemampuan diri di bidang pekerjaan dari Perimin. Semoga bisa membantu BiblioBestie menjadi penuh sebagai manusia. Salam!

Jika Bibliobesties hendak membaca Rekomendasyik lainnya, temukan di sini!