Aman terkendali
Mungkin Anda juga pernah mendengar ceritera berikut ini: Seorang Ibu Guru memeroleh undangan-khusus untuk menghadiri sebuah Konperensi Nasional. Mungkin sebagai salah satu Narasumber. Karena diadakan di sebuah kota di propinsi lain, beliau pun mendapatkan tiket pesawat round-trip.
Pada hari keberangkatan, pesawat take-off dengan sangat baik meski menembus gumpalan-gumpalan awan tebal. Para pramugari baru saja selesai mengedarkan minuman dan makanan ringan ketika tiba-tiba lampu peringatan untuk “mengenakan sabuk pengaman” menyala kembali. Lalu terdengar suara sang pilot, yang menyampaikan bahwa dalam waktu dekat pesawat akan mengalami turbulensi. Suaranya tenang dan berwibawa.
Benarlah, tak berapa lama kemudian penumpang merasa ada beberapa kali guncangan hebat. Pesawat masuk ke dalam awan-mendung yang semakin pekat. Jarak pandang sangat terbatas. Kilatan petir kadang menyilaukan. Terjadi hujan badai.
Beberapa wajah penumpang tampak gelisah. Ada yang lalu berdoa dengan khusuk. Ada yang berkali-kali menyebut Asma Allah. Meski bukan kali pertama naik pesawat, Ibu Guru tadi pun mencoba menenangkan diri.
Sejurus dia agak penasaran melihat seorang anak yang duduk di sisi jendela. Mungkin sekitar 10 tahun usianya. Mereka dipisahkan oleh satu kursi yang kosong di tengah. Meski tidak didampingi orang dewasa, tetapi kelihatannya dia tenang-tenang saja, malah asyik membalik-balik Almanac National Geographic.
Pesawat akhirnya bisa keluar dari badai dengan aman. Singkat cerita, pesawat mendarat dengan selamat di bandara tujuan. Terdorong oleh rasa penasaran, ketika hendak bersiap turun pesawat Ibu Guru bertanya kepada anak tadi: “Nak, tadi sewaktu melewati badai, koq kamu tampak tenang-tenang saja sih? Malah asyik dengan buku. Kamu sama sekali tidak takut kah?”
“Kenapa takut, ya?” dia balik bertanya, “Kan Papaku yang sedang menerbangkan pesawat. Papa selalu mengantarkan aku sampai ke tujuan dengan selamat koq!”
Badai Covid-19
Institusi Pendidikan ibarat pesawat yang mesti melewati badai pandemi Covid-19. Kita belum sepenuhnya keluar dari badai. Kerapkali ada guncangan. Kebijakan dan keputusan harus selalu siap dievaluasi dan disesuaikan dengan tuntutan situasi yang berubah-ubah. Ya, ada semacam turbulensi di sana-sini.
Bagaimana agar kita bisa mengawali serta kemudian melewati tahun 2022 dengan lebih percaya diri?
Well, sebelum mendorong agar para murid memiliki kepercayaan diri, kita para guru juga mesti memiliki kepercayaan diri yang wajar. Memang bukan jaminan bahwa apabila guru sudah memiliki kepercayaan diri maka niscaya para murid juga akan demikian. Tetapi ada satu hal yang sudah pasti: kalau guru saja kurang pede (percaya diri) maka sudah pasti para murid semakin tidak pede. Rasa takut jauh lebih mudah menular.
Bayangkan, apa jadinya kalau sang pilot dalam cerita di atas tadi dengan panik dan penuh ketakutan memberikan pengumuman kepada para penumpang ketika hendak melintasi badai? Mungkin ada penumpang yang langsung terkapar pingsan. Barangkali pesawat juga tidak pernah sampai di tujuan dengan selamat.
Collins Webinar
Becky Goddard-Hill akan memimpin sesi yang kaya dengan tips dan trik untuk meningkatkan kepercayaan diri bagi siswa maupun guru sebagai cara bermanfaat untuk memulai tahun baru 2022 dengan penuh semangat.
Sesi ini akan dimulai dengan melihat apa itu kepercayaan diri, bagaimana pengaruhnya terhadap prestasi akademik dan pengembangan pribadi siswa, dan mengapa hal itu sangat penting bagi kita. Akan disajikan beberapa cara praktis yang langsung bisa diterapkan, di mana guru dapat mendorong siswa mereka untuk tumbuh dalam kepercayaan diri. Selain itu, Becky juga akan mengajak kita melihat kepercayaan diri para guru terkait pekerjaan dan bagaimana hal ini pun dapat lebih ditingkatkan.
Pede: Bisa diandalkan Murid
Tentu saja Becky tidak hanya berbicara secara umum mengenai pentinganya kepercayaan-diri mengawali tahun 2022 dan mengisi seluruh tahun dengan kegiatan yang positip. Becky akan mencoba melihat kaitan kepercayaan-diri dengan konteks kita yang nyata: bagaimana agar Guru & Murid cukup pede dengan Bahasa Inggris, meski bukan sebagai Bahasa ibu mereka; bagaimana model-model pembelajaran memberikan impetus kepercayaan diri karena ada success-stories yang dialami para murid; bagaimana memelihara rasa-pencapaian yang mereka alami; dll.
Bagaimana pun para Murid melihat sosok Guru sebagai panutan. Kalau sebagai Guru kita bisa memberikan vibrasi yang baik kepada anak-anak, mereka juga akan menyerapnya. Anak-anak tidak perlu kuatir atau takut karena percaya bahwa Bapak/Ibu Guru akan mengantarkan mereka melintasi masa-masa turbulensi ini dengan aman dan selamat.
Sampai bersua secara virtual!
Sebagai seorang guru adalah menjadi adalah pilihan,dan sebagainya seorang guru adalah menjadi panutan bagi anak didiknya.