Setelah membaca tulisan Penulis Perempuan Asia bagian pertama, tentu bibliophiles penasaran dengan bagian keduanya, bukan? Pada bagian kedua ini, kita akan bertemu dengan enam orang perempuan penulis yang prestasinya tak kalah moncer dengan keenam penulis yang diulas dalam bagian pertama. Nah, siapa sajakah mereka? Sila menikmatinya dalam tulisan berikut!
7. Najwa Zebian
Najwa Zebian adalah seorang aktivis, penulis, pembicara, dan pendidik kelahiran Libanon. Pada umur 16 tahun, ia lalu pindah ke Kanada. Namanya kemudian terkenal karena memajang Insta-poetry di akunnya. Najwa kemudian tumbuh sebagai penulis melalui akun Instagram-nya. Dalam bidang akademis, perjalanan Najwa pun terbilang moncer. Ia adalah kandidat doktor dalam bidang pendidikan. Tulisan-tulisan Najwa bertemakan percintaan, persahabatan, kejujuran, dan persoalan identitas. Tema-tema ini muncul karena credo kepengarangan dan pencariannya akan “rumah” yang merupakan tempat jiwa dan hati menemukan kedamaian. Beberapa karya Zebian antara lain Mind Platter, Nectar of Pain, dan Sparks of Pheonix.
8. Rupi Kaur
Perempuan penulis ini lahir di Hoshiarpur, India, pada 4 Oktober 1992. Selain menjadi seorang penulis, Rupi juga merupakan seorang ilustrator dan fotografer. Pada umur 21 tahun, saat duduk di bangku kuliah, ia menerbitkan dan memberi ilustrasi sendiri pada buku puisi pertamanya, Milk and Honey. Buku keduanya, The Sun and Her Flower bisa dibilang “adik kandung” dari buku pertamanya. Hebatnya, kedua buku ini telah terjual lebih dari 8 juta kopi dan sudah diterjemahkan ke dalam 42 bahasa. Rupi mengangkat tema-tema seprti kehilangan, proses penyembuhan, cinta kasih, trauma dan luka batin, problematika perempuan, hingga persoalan migrasi. Baginya, salah satu hal yang membuat nyaman adalah saat membawakan karyanya di atas panggung sebagai bagian dari proses kreatifnya. Rupi saat ini tinggal di Ontario dan menjadi warga negara Kanada.
9. Hafsah Faizal
Ia lahir di Florida dan tumbuh di California, memiliki darah campuran Sri Lanka dan Arab dari orang tuanya, yang adalah imigran muslim dari Sri Lanka. Pada umur 13 tahun, Hafsah bersekolah di rumah sekaligus mengembangkan minatnya pada dunia desain. Ia pun mendirikan perusahaan desain web sendiri, IceyDesign, pada usia 17 tahun. Namanya melambung berkat tiga fiksi remaja karyanya: We Hunt the Flame, We Free the Stars, dan A Tempest of Tea. We Hunt the Flame dan We Free the Stars merupakan duologi Sands of Arawiya, yang terinspirasi dari kisah Arab kuno, bercerita tentang pemburu wanita yang menyamar sebagai pria untuk berpetualang ke sebuah hutan penuh bahaya dan mengembalikan kekuatan sihir masyarakatnya. Pada Februari 2021, STXtv mengembangkan sebuah serial televisi yang diadaptasi dari We Hunt the Flame. Hafsah berperan sebagai produser eksekutif di dalam produksi tersebut.
10. Tahereh Mafi
Tahereh Mafi adalah penulis kelahiran Connecticut, 9 November 1988 dari orang tua yang adalah imigran dari Iran. Tahereh menulis novel-novel fiksi remaja dan seri Shatter Me telah membuat namanya diperhitungkan di dunia literasi untuk pembaca belia. Seri itu sendiri merupakan sebuah heksalogi, serial yang terdiri dari enam bagian, berlatar belakang dunia distopia. Kisah yang diangkat dalam seri Shatter Me berpusat pada kehidupan Juliette Ferrars, seorang remaja putri berusia 17 tahun. Juliette memiliki kemampuan yang mengerikan, ia mampu menyedot nyawa dari makhluk hidup yang disentuhnya. Oleh karena kemampuannya itu, ia harus berhadapan dengan rezim penguasa yang dikenal sebagai Reestablishment. Tahereh membagi kisah perjalanan hidup Juliette ke dalam enam novel dan lima novela yang seluruhnya disebut dengan “The Juliette Chronicles.”
11. Lang Leav
Kisah kehidupan perempuan penulis ini rasanya sangat berwarna. Perempuan kelahiran 8 September 1980 ini lahir di Nakhon Si Thammarat, Thailand, ketika orang tuanya menjadi pengungsi dari kekejian pasukan Khmer Merah, rezim militer Kamboja. Kedua orang tuanya lalu pindah ke Australia saat Lang berumur sekitar setahun dan tinggal di kawasan pengungsi di Cabramatta, Sydney. Buku puisi yang ditulisnya, Love & Misadventure, berhasil melambungkan namanya dalam dunia penulisan. Sukses ini lalu diikuti oleh kemunculan novel debutnya, Sad Girl. Karya-karya Lang banyak berbicara soal cinta, kehilangan, dan pemberdayaan kaum perempuan. Selain itu, ia pun aktif bergerak di media sosial dan terlibat dengan dua juta pengikutnya.
12. Hanya Yanagihara
Perempuan kelahiran 1975 ini memiliki ayah dari Hawaii dan ibu berdarah Korea Selatan. Darah Jepang juga mengalir dalam dirinya dari sisi sang ayah. Masa kecil Hanya Yanagihara dihabiskan untuk travelling keliling dunia, karena sering berpindah tempat tinggal. Ia pernah tinggal di Hawaii, New York, Maryland, California, hingga Texas. Hanya awalnya bekerja di sebuah biro penerbitan dan sempat menjadi penulis cum editor untuk Condé Nast Traveller. Dalam dunia kepenulisan, namanya mulai dikenal berkat novel keduanya, A Little Life (2015) meskipun pada awalnya novel dengan bumbu cinta persahabatan antar-empat-lelaki tokohnya itu dianggap tidak akan bisa laris terjual. A Little Life mungkin tidak begitu mudah untuk diselami bagi sebagian orang karena begitu banyak kisah penderitaan, namun setidaknya Hanya menyelipkan pesan bahwa makna penderitaan ada untuk menegaskan bahwa cinta adalah hal yang mungkin untuk diraih.
***
Nah, demikianlah kedua belas perempuan penulis berdarah Asia yang bisa bibliophiles sekalian intip secuil kisah hidup dan karya mereka. Mungkin, teman-teman penasaran mengapa kami mengangkat tema para perempuan penulis. Nah, Periplus menjalin kerja sama dengan Women Beyond dalam menyambut International Women Day (IWD), pada 8 Maret 2022 yang akan datang, melalui kampanye #BreakTheBias.
Penasaran dengan kampanye #BreakTheBias yang digalang Periplus bersama teman-teman dari Women Beyond? Sila langsung saja pindah halaman di sini. Di sana, bibliophiles bisa mencermati detail kampanye dan aktivitasnya. Ciao!