Mengoreksi kekeliruan anak usia dini adalah seni. Mengoreksi tidak berarti bahwa kita yang paling benar. Yang terpenting adalah terjadinya proses pencarian jawaban (kebenaran) bersama-sama.
“If children are apparently unable to learn,
Marie Clay
we should assume that we have not as yet found the right way to teach them.”
Ada seorang anak bernama Khrisna (bukan nama sebenarnya). Usianya hampir 8 tahun. Sedari kecil dia sangat aktif. Keingintahuannya pun besar. Dia senang mengamati alam sekitar maupun how things work di sekitarya. Sebelum masa Pandemi Covid-19, dia sangat menyukai proses belajar di sekolahnya (TK), yang menerapkan metode Montessori.
Guru dan sekolahnya memberikan atmosfer yang sangat kondusif. Dia memiliki keberanian untuk mengungkapkan pendapatnya sendiri, yakni bagaimana cara dia memahami sesuatu dengan bahasa anak-anak tanpa merasa takut salah.
Karena satu dan lain hal, lulus dari TK kemudian Khrisna masuk ke Sekolah Dasar yang berbeda (Lembaga) dengan yang mengelola TK. Di kelas 1 dia masih relatif berani ceplas-ceplos memberikan pendapatnya apabila ditanya. Ketika di kelas 2, kentara sekali dia tampak ragu-ragu ketika mau menjawab pertanyaan dari guru kelas.
Pernah suatu kali, orangtuanya mengobrol dengan Khrisna mengenai hal di atas. Mereka ingin tahu kenapa. Rupanya, pada beberapa kasus Khrisna sebenarnya sudah menjawab pertanyaan guru menggunakan bahasa dan pemahamannya sendiri. Namun, gurunya langsung “mengarahkan” ke jawaban yang seharusnya (menurut sang guru). Bukannya Khrisna tidak tahu jawaban atas suatu pertanyaan, tetapi selanjutnya dia mesti menebak-nebak jawaban apa yang ingin didengarkan gurunya alih-alih yang dia sendiri mau katakan. Khrisna ragu apakah (rumusan) jawabannya akan sesuai dengan arahan dari gurunya atau tidak.
Kekeliruan menjadi kesempatan
Kita semua pernah membuat kekeliruan. Itu tidak bisa dihindari. Demikian juga dalam Pendidikan, termasuk pembelajaran Bahasa Inggris, kekeliruan merupakan bagian dari proses yang wajar.
Nah, seberapa banyak kita mesti mengoreksi anak? Apakah kita sudah cukup melakukannya? Terlalu banyak, atau terlalu sedikit? Mungkin cukup sulit juga untuk mengetahui secara persis kekeliruan mana saja yang harus diperbaiki, kapan harus memperbaikinya, siapa yang harus memperbaikinya serta bagaimana itu semua harus diperbaiki tanpa mematahkan semangat anak.
Singkatnya, mengoreksi kekeliruan, kalau itu memang disebut sebagai kekeliruan (tapi bukan moral, ya), merupakan seni tingkat tinggi. Meski demikian, kelihaian ini dapat dilatih dan dibiasakan.
Cara kita orang dewasa (guru maupun orangtua) mengoreksi kekeliruan dapat menentukan apakah kekeliruan tadi menjadi kesempatan bagus untuk belajar atau justru malah menghambat proses pembelajaran. Jangan sampai, usaha mengoreksi kekeliruan itu malah membuatnya makin keliru. Seperti kasus Khrisna tadi, dia harus menebak-nebak jawaban yang ingin didengarkan guru ketimbang spontan mengungkapkan hasil pikirannya sendiri.
Webinar dari Macmillan
Seni Mengoreksi Kekeliruan Anak (Usia Dini) adalah salah satu dari banyak webinar dari Macmillan Education dan Periplus Education. Sedaring kali ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas tadi seraya mengusulkan beberapa strategi yang berbeda yang bisa diterapkan di kelas.
- Hari: Jumat, 25 Maret 2022
- Pukul: 17:00 WIB
Kali ini, kita akan belajar bersama Sarah Hillyard, seorang pemerhati pendidikan yang berbasis di Buenos Aires, Argentina. Sarah merupakan salah satu tutor dari NILE (Norwich Institute for Language Education), salah satu partner Macmillan Education.
Gelar Master diperoleh Sarah dari University of York, Inggris. Dia menjadi guru dan koordinator di tingkat pendidikan usia dini; juga menjadi konsultan akademik ELT untuk sekolah bilingual. Dia memberikan aneka webinar maupun pelatihan guru. Hati dan perhatiannya ditujukan utamanya kepada anak-anak usia dini (PAUD dan TK) maupun Kelas Rendah (kelas 1-3 SD).
Registrasi bisa dilakukan dengan menekan tombol di bawah ini:
Seni mengoreksi yang tepat
Kiranya guru Khrisna juga memiliki niat baik. Misalnya, supaya Anak cepat dan dengan mudah mengerti jawaban yang tepat. Hanya saja perlu disadari bahwa Anak yang sudah dibiasakan berpikir merdeka atau memiliki pendapatnya sendiri akan menjadi sangat terkungkung. Menurut saya, menghafalkan jawaban persis seperti yang diinginkan guru merupakan sebentuk degradasi.
Umumnya anak lebih mendengarkan guru daripada orangtuanya sendiri; maka guru memiliki tanggung-jawab moral yang besar ketika “mengoreksi’ jawaban anak. Lagi-lagi, kita orang dewasa mesti tahu diri sejauh mana “kekeliruan” justru merupakan kesempatan untuk mengembangkan aspek-aspek pembelajaran lainnya. Bahkan, Marie Clay memberikan nasehat yang bijak: “Kalau tampaknya anak-anak belum bisa memahami sesuatu yang kita maksudkan, kita mesti mengandaikan bahwa kitalah yang belum menemukan cara yang tepat untuk menjelaskannya kepada mereka.”
Ibarat tanaman yang masih sangat muda, demikianlah anak usia dini juga masih sangat lembut (tender) untuk dibentuk. Maka dibutuhkan kesabaran dan kehati-hatian dalam membentuknya. Biarkan Anak berani mengungkapkan apa yang dipikirkannya, bahkan ketika jawabannya tidak persis yang kita inginkan. Kita justru bisa mendengarkan dan mengekplorasi mengapa dia sampai memiliki jawaban demikian.
Untuk melihat webinar Macmillan Education yang lainnya, klik di sini.