Rekomendasyik 11 Buku Nonfiksi Paling Diminati

0
Share
Buku Nonfiksi Paling Dinanti

Dalam beberapa tahun terakhir, kepada kita dihadapkan serangkaian peristiwa bersejarah yang membuat kita harus selalu waswas. Dari pandemi yang telah mengubah tatanan kehidupan, konflik berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina, ketegangan kian meningkat di wilayah Israel dan Palestina, serta perkembangan politik yang tidak bisa ditebak di Indonesia. Di tengah situasi dunia yang tidak menentu seperti saat ini, Perimin rasa buku bisa jadi alat paling penting untuk memahami kompleksitas dan tantangan yang harus kita hadapi sebagai bagian dari masyarakat. Untuk itu, perkenankan Perimin membagikan sebelas buku nonfiksi Paling diminati sepanjang Oktober lalu.

Dalam 11 daftar buku yang telah Perimin persiapkan, ada buku yang berbicara tentang konspirasi global oleh elite rahasia yang berambisi mengendalikan dunia. Selain itu, ada juga yang hendak mengajak kita kembali ke konflik-konflik masa lalu yang masih membekas hingga sekarang.  Tanpa berlama-lama, berikut 11 buku nonfiksi paling diminati sepanjang Oktober 2023 a la Perimin.

1. Judgment at Tokyo

Buku sejarah ini ditulis oleh Gary J. Bass, seorang profesor hukum di Princeton University. Kontennya menceritakan kisah Pengadilan Militer Internasional untuk Timur Jauh (IMTFE), yang diadakan di Tokyo, Jepang, dari tahun 1946—1948. Pengadilan ini mengadili 28 pemimpin Jepang atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang mereka lakukan selama Perang Dunia II. 

2. How to Smile

Senyuman adalah ungkapan universal yang mampu mencerminkan beragam emosi, termasuk kegembiraan, kebahagiaan, empati, dan penerimaan. Lebih dari sekadar ekspresi, senyuman juga memiliki dampak positif pada kesehatan fisik dan kesejahteraan mental kita, seperti mengurangi stres, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, serta memperbaiki mood. Dalam buku ini,Thich Nhat Hanh mengajak kita untuk belajar senyum secara sadar. Senyuman yang dihasilkan dari hati yang tenang dan pikiran yang penuh kesadaran adalah senyuman yang memungkinkan kita untuk lebih hadir dalam setiap momen dan menghargai diri sendiri dan orang lain dengan lebih mendalam.

3. Conflict

Melalui buku ini, David Petraeus dan Andrew Roberts memaparkan sejarah perang sejak 1945 hingga invasi Rusia ke Ukraina pada 2022. David Petraeus adalah mantan komandan pasukan Amerika Serikat di Irak dan Afghanistan. Sementara itu, Andrew Roberts adalah sejarawan militer Inggris. Conflict tidak hanya catatan kritis tentang sejarah perang, namun menjadi dasar yang sangat penting dalam konteks peperangan modern pula. Buku ini akan memberikan pemahaman yang berharga untuk mengamati peperangan yang terjadi saat ini dan menjadi dasar untuk menerka apa yang akan terjadi di masa datang.

4. Fear

Dalam buku ini, Robert Peckham menganggap bahwa dampak ketakutan dalam sejarah sebagai alat kekuasaan yang memaksa dan katalisator perubahan sosial. Dimulai dari awal munculnya Wabah Hitam pada abad ke-14, Peckham dengan jeli menelusuri perjalanan sejarah terkait ketakutan yang membentuk masyarakat. Melalui buku ini, ia membimbing kita melalui peristiwa-peristiwa seperti Revolusi Perancis dan gerakan sosial abad ke-19, hingga masuk ke era keruntuhan pasar ekonomi modern, ketegangan Perang Dingin, serta epidemi AIDS, lalu akhirnya memasuki budaya digital yang semakin menggambarkan ketakutan unik manusia abad ke-21.

5. Disobedient Bodies

Disobedient Bodies karya Emma Dabiri adalah sebuah esai yang membahas tentang keindahan dan konsep kecantikan yang dinormalisasikan. Buku ini berpendapat bahwa standar kecantikan yang dinormalisasikan oleh masyarakat adalah diskriminatif dan mengekang. Dabiri menggunakan pengalaman pribadinya sebagai seorang perempuan berkulit hitam untuk menyoroti bagaimana standar kecantikan ini dapat berdampak negatif pada orang-orang yang tidak sesuai dengan norma tersebut.

6. The Hundred Years War on Palestine

Konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina bukanlah fenomena baru, melainkan produk dari sejarah panjang kolonialisme dan perampasan. Melalui buku ini, Rashid Khalidi melacak akar konflik tersebut hingga akhir abad ke-19, ketika gerakan Zionis mulai mendorong pendirian negara Yahudi di wilayah Palestina. Khalidi berpendapat bahwa gerakan Zionis pada dasarnya cacat sejak awal, karena berusaha untuk mendirikan negara di atas tanah yang sudah dihuni oleh jutaan orang Palestina. 

7. Same as Ever US

Same as Ever karya Morgan Housel mengisahkan pelajaran yang tidak berubah dari waktu ke waktu melalui 24 cerita pendek. Salah satu contohnya, kita yang sering terlalu fokus pada hal-hal yang dinamis, seperti teknologi dan tren terbaru. Akibatnya, kita seringkali malah mengabaikan hal-hal yang tidak berubah, seperti sifat dasar manusia dan prinsip-prinsip dasar dari kesuksesan. Sama halnya dengan buku pertamanya yang menjadi buku terlaris, The Psychology of Money, buku ini hendak berbagi cerita reflektif yang membantu kita tidak terjebak pada kemasan atau hal-hal yang nampak baru.

8. Extremely Online

Dalam buku ini, Taylor Lorenz menjabarkan sejarah dan pengaruh budaya dunia daring selama satu dekade ini. Reporter Washington Post ini melihat bagaimana dunia internet mengubah cara kita berkomunikasi, berinteraksi, dan mengonsumsi konten, baik secara positif dan juga negatif. Lorenz juga masuk ke relung-relung kehidupan mereka yang ada di pinggir industri internet. Para ibu yang mulai membuat blog dan melakukan monetisasi jenama daring pribadi mereka sendiri juga remaja bosan yang mulai mengepos swavideo mereka untuk mencapai ketenaran pun mendapat tempat dalam Extremely Online.

9. Great Awakening

Melalui buku ini, Alex Jones menjelaskan secara komprehensif tentang teori konspirasi The Great Awakening. Sebuah teori yang mengklaim bahwa ada konspirasi global oleh elite rahasia yang berambisi mengendalikan dunia. Di buku ini, Jones menunjukkan fakta terkait New World Order yang ingin mengendalikan dunia secara otoriter. New World Order ini sendiri terdiri dari para anggota elite politik, bisnis, bahkan sampai media.

10. Social Justice Fallacies

Buku Social Justice Fallacies yang ditulis oleh Thomas Sowell membahas beberapa kekeliruan yang sering terjadi dalam gerakan keadilan sosial. Sebagai seorang ekonom dan komentator sosial, Sowell berpendapat bahwa perkara gerakan keadilan sosial muncul karena asumsi yang salah yang seringkali mendasari ide-ide besar. Tak jarang pula, kebijakan yang diusung oleh gerakan tersebut sering kali tidak efektif dan bahkan berbahaya. Bagi kamu yang ingin memahami gerakan keadilan sosial dan tertarik untuk berpikir kritis tentang kebijakan, buku ini sangatlah cocok sebagai referensi utama.

11. Filthy Rich Politicians

Buku Filthy Rich Politicians: The Swamp Creatures, Latte Liberals, and Ruling-Class Elites Cashing in on America yang ditulis oleh Matt K. Lewis ini menggambarkan pemerintahan Amerika Serikat dalam yang diduga melakukan beragam bentuk korupsi dan kolusi. Lewis, seorang jurnalis dan penulis opini, menuliskan bahwa korupsi dan kolusi di dalam tubuh pemerintahan AS ini menjauhkan pemerintah dari rakyat. Dampaknya, membahayakan demokrasi itu sendiri. Pada bagian awal, Lewis memaparkan istilah “swamp creatures” untuk merujuk kepada para politisi yang kaya dan berkuasa yang memanfaatkan posisi mereka untuk memperkaya diri sendiri, termasuk di dalamnya contoh-contoh bagaimana para “swamp creatures” ini menyalahgunakan jabatan mereka untuk mendapatkan kontrak pemerintah, lobby untuk kepentingan khusus, sampai menghindari hukuman atas kejahatan mereka.

Demikianlah Rekomendasyik sebelas buku nonfiksi paling diminati November 2023. Semoga,melalui memudahkan Bibliobesties dalam memilih dan memilah buku. Jika Bibliobesties hendak membaca Rekomendasyik lainnya, temukan di sini.