Periplus, sebagai perusahaan retail dan distributor buku berkualitas, memberi ruang untuk membahas isu-isu aktual dalam wadah Periplus Elite Club. Diskusi kali ini mengangkat tema hubungan internasional dengan mengundang George Yeo sebagai politisi cum negarawan dari tetangga dekat kita, Singapura. Diskusi ini akan dilaksanakan pada:
Tanggal : 15 Januari 2024
Pukul : 16.00-18.00 WIB
Lokasi : Periplus Grand Indonesia
Melalui diskusi ini, kami berharap ada banyak inspirasi yang bisa ditimba, utamanya bagi kaum muda, sehingga bisa muncul sebanyak mungkin politisi dan negarawan yang memiliki hati nurani untuk membangun Indonesia dengan ketulusan di masa mendatang. Dengan demikian, program ini dapat membantu membangun literasi secara aktif.
Tumasik
Buku sejarah pendidikan dasar sering menyebut negara tetangga ini sebagai Tumasik. Konon, istilah tersebut berasal dari kata “tasik,” yang berarti: wilayah perairan yang dikelilingi oleh daratan, misalnya danau. KBBI masih mencatat definisi tersebut, meskipun pada kenyataannya ada kemungkinan terjadi pergeseran makna. Singapura, negara kecil tetangga kita, adalah secuil daratan yang dikelilingi selat dan sedikit lautan.
Sebagai orang Indonesia kebanyakan, kita sering kali luput menilai apa yang terjadi dalam hubungan antarnegara. Apalagi, jika menyebut satu negara tetangga yang berbagi wilayah perairan dengan kita, Singapura. Lewat kaca mata awam kebanyakan, Singapura adalah “taman bermain” bagi kaum berduit Indonesia. Padahal, jika berniat membangun mesin waktu, kaitan Tumasik dan Nusantara memang sedekat itu. Sebelum dikuasai Inggris pada abad ke-17, pada abad ke-14, Tumasik adalah kerajaan lokal bercorak Hindu yang didirikan oleh pangeran dari Kerajaan Sriwijaya. Setelah Sriwijaya runtuh, Tumasik berada di bawah penguasaan Majapahit.
Indonesia dan Singapura rupanya tidak hanya bekerja sama dalam bidang perdagangan belaka. Dr. James Khoo, ahli bedah otak kenamaan dari Singapura pun pernah mengikuti penggalian arkeologis jejak Kerajaan Majapahit di Trowulan. Pada 1994, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan waktu itu, Wardiman Djojonegoro membuka pameran tentang Majapahit di Museum Nasional Singapura. Sepenggal kisah ini bisa ditemukan dalam volume kedua Musings, karya George Yeo. Kebetulan sekali beliau sendiri turut membuka pameran tentang Majapahit bersama Wardiman Djojonegoro.
Mengenal George Yeo
Mengabdi selama 23 tahun dalam Kabinet Singapura, George Yeo tentu bukan sembarang pribadi. Yeo adalah negarawan terhormat dan salah satu diplomat paling moncer yang pernah dimiliki Singapura. Yeo memiliki peran krusial sebagai kolaborator bagi ASEAN. Bagi Yeo, ASEAN dibentuk dengan mengedepankan konsensus demi kebaikan bersama. Bagi Indonesia, Yeo memiliki peran positif untuk memperkokoh hubungan bilateral yang produktif. Bersama dengan Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam, Yeo percaya bahwa Indonesia memiliki kedekatan kultural dan peran yang mendasar bagi ASEAN. Yeo sendiri menyebut keempat negara ini sebagai “ASEAN Dalam.” Artinya, empat negara inilah yang menjadi lingkaran dalam penggerak ASEAN.
Hubungan Indonesia dan Singapura selalu dalam dinamika. Kita tentu dapat mewajarkan hal ini sebagaimana mewajarkan hubungan dengan tetangga sebelah rumah. Dalam konteks sejarah, perkembangan ekonomi yang terjadi di Singapura dalam pandangan Yeo tidak akan lepas dari kaitannya dengan Indonesia. Meskipun demikian, hubungan Indonesia-Singapura sempat menghangat saat Presiden B.J. Habibie menyindir Singapura sebagai “titik merah kecil.” Namun belakangan, julukan yang diberikan Presiden Habibie justru memacu kebanggan warga Singapura saat merayakan kemerdekaannya ke-50.
Kebakaran lahan gambut yang melanda Riau pada 2013 juga membuat hubungan kedua negara sedikit menegang. Mengenang hal ini, Yeo mengambil sikap yang sangat bijaksana. “We cannot, when our neighbour’s house is burning, complain that the smoke is affecting our health. We have to show more understanding before complaining. We achieve more by being sensitive,” tulisnya dalam Musings, Series Two. (Yeo, 2023:467)
Yeo sepenuh-penuhnya adalah negarawan sejati. Pribadi yang rendah hati tersebut adalah “tetangga yang baik” bagi Indonesia. Ia mengikuti dengan jeli dan cermat setiap jengkal perkembangan politik Indonesia. Tidak jarang, informasi tentang Indonesia didapat langsung dari tangan-tangan pertama. Yeo memiliki catatan dan sentuhan personal dengan para presiden Indonesia sejak zaman Presiden Soeharto. Tidak hanya itu, ia juga memelihara hubungan persahabatan yang baik dengan para Menteri dan beberapa tokoh nasional Indonesia. Musings, percik-percik permenungan Yeo sebagai manusia menjadi relevan, karena menyajikan sisi manusiawi yang hangat dari seorang negarawan yang bukan kaleng-kaleng di kawasan ASEAN, bahkan juga dalam level internasional.
Konfirmasi hadir